Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold" Dinilai Hanya Untungkan Jokowi Saat Pemilu

Kompas.com - 24/10/2017, 14:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum hanya menguntungkan posisi petahana, dalam hal ini Presiden Joko Widodo.

Menurut Feri, pasal tersebut memperkecil potensi persaingan bagi petahana dalam kompetisi pemilu.

"Ahli melihat kehadiran Pasal 222 Undang-Undang Pemilu lebih karena bicara rentannya menjadi petahana dan perlunya pengaturan kompetisi yanng kemudian menguntungkan petahana," ujar Feri saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materiil UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).

(Baca juga: Mantan Komisioner KPU Nilai "Presidential Threshold" Tak Penuhi Asas Keadilan)

Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, pasangan calon Pemilu 2019 diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.

Ketentuan presidential threshold, kata Feri, telah memangkas hak setiap warga negara untuk dicalonkan sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Sementara UUD 1945 menjamin hak seluruh warga negara untuk berpartisipasi dalam penyelenggaran pemerintahan.

Feri pun menyebut Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945. Pasal 27 ayat 1 menyebut, seluruh warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan penerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa kecuali.

Pasal 28D Ayat 3 menyatakan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

"Ahli hendak menjelaskan bahwa kompetisi dalam pemilu yang diatur oleh konstitusi Indonesia adalah ketentuan yang penting dan harus ditaati oleh pembuat undang-undang," ucap Feri.

"Undang Undang Dasar 1945 membuka ruang bagi seluruh warga negara indonesia untuk dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, pihak pemohon uji materiil, Effendi Gazali mengatakan, ketentuan presidential threshold dirancang untuk mengatur agar petahana menghadapi jumlah lawan sedikit mungkin.

(Baca juga: Effendi Ghazali Ajukan Uji Materi soal "Presidential Threshold")

Hal tersebut, menurut dia, telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi.

"Periode selanjutnya, agar mengatur sedikit mungkin lawan yang kuat atau sudah memetakan lawan yang akan membuatnya menang. Ini yang dalam konteks Indonesia kami namakan 'Teori Demokrasi Indonesia Minimalis'. Tampaknya demokratis tapi sebenarnya sudah mendesain lawan seminimal mungkin," kata Effendi.

Kompas TV Apa dampak dari tarik ulur ini?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com