JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman menilai kerangka berpikir yang dipakai pemerintah dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) tidak tepat.
"Logikanya tidak nyambung," kata Munarman dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR dengan sejumlah organisasi masyarakat yang digelar pada Kamis (19/10/2017).
Munarman menyoroti alasan adanya kekosongan hukum pada aturan sebelumnya, sehingga Perppu Ormas diterbitkan. Menurut dia, ada sekitar 17 pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, yang justru dihapus dalam perppu.
Seharusnya, pasal di dalam Perppu Ormas justru ditambah jika dianggap ada kekosongan hukum pada UU sebelumnya.
"Kalau di dalam perppu ditambah pasal, berarti masuk akal. Tapi ini malah dihapus, lebih kurang 17 pasal dihapus," kata Munarman.
(Baca juga: Ini Pandangan MUI soal Perppu Ormas yang Disampaikan ke Komisi II DPR)
Selain itu, lanjut dia, sudah ada dua produk hukum terkait organisasi sebelum diterbitkannya Perppu Ormas. Pengaturan berbagai hal di dalamnya juga cukup lengkap.
"Ada dua undang-undang yang mengatur, yaitu Undang-Undang Ormas dan Undang-Undang Yayasan. Jadi bagaimana bisa terjadi adanya kekosongan hukum," kata Munarman.
Komisi II DPR memanggil sejumlah pihak untuk dimintai pendapat dan pandangannya terkait Perppu Ormas. Hal itu dilakukan DPR sebelum mengambil keputusan mengesahkan atau tidak perppu tersebut menjadi undang-undang.
Di sisi lain, Perppu Ormas juga digugat oleh sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi. Pada intinya, para pemohon uji materi menilai, penerbitan Perppu Ormas inkonstitusional karena diterbitkan dalam keadaan tidak genting dan tidak memaksa.
(Baca juga: Ormas-ormas Ini Minta DPR Tak Setujui Perppu Ormas)