JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan, tindak pidana ujaran kebencian yang beredar di dunia maya tak hanya mewakili pribadi orang yang mem-posting konten tersebut.
Beberapa di antaranya merupakan pesanan pihak tertentu untuk menjatuhkan seseorang atau suatu kelompok.
"Kejahatan-kejahatan hate speech sekarang tidak murni karena ideologi tetapi ada boncengan-boncengan lain," ujar Fadil di Kompleks PTIK, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
Fadil mengatakan, sejak 2015 hingga saat ini, grafik penyebaran ujaran kebencian melalui dunia maya terus meningkat. Khususnya, terkait agenda-agenda politik.
"Lebih khusus Pilkada DKI kemarin. Kejahatan hate speech berkaitan dengan kalender kamtibmas tertentu, isu yang berkembang, digoreng di medsos," kata Fadil.
Baca: Wiranto: Ujaran Kebencian Dijadikan Alat Politik Kekuasaan
Kepolisian melalui cyber patrol secara aktif memantau aktivitas media sosial dan mencari konten-konten negatif.
Salah satu contoh yang banyak menyita perhatian masyarakat yakni kelompok Saracen. Kelompok ini bekerja sesuai pesanan pihak tertentu dengan tarif Rp 72 juta.
Mereka diketahui juga menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA saat Pilkada Serentak 2017.
Untuk mengantisipasi tren ujaran kebencian itu berulang pada Pilkada Serentak 2018, Polri meningkatkan patroli siber dan edukasi kepada masyarakat.
"Kami harap di medsos, Kemenkominfo melakukan penyempurnaan agar filtering konten negatif bisa diefektifkan," kata Fadil.
"Karena penegakan hukum sangat sulit dan penegakan hukum bisa berdampak negatif, bisa merusak trust Polri juga," lanjut dia.