Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tak ingin tren ujaran kebencian dan hoaks terulang saat ada momen agenda politik.
Kedua hal tersebut ditemukan selama proses Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2017, terutama dalam di media sosial.
Oleh karena itu, ia menganggap perlu adanya antisipasi penyebaran ujaran kebencian dan hoaks pada Pilkada Serentak 2018.
"Kita harus mengantisipasi Pilkada 2018. Saya juga melakukan koordinasi komunikasi pada pihak-pihak penyelenggara pemilu," ujar Rudiantara, di Kompleks PTIK, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
Tak dipungkiri bahwa pelaku ujaran kebencian memanfaatkan momentum politik untuk menjatuhkan calon tertentu.
Baca: Wiranto: Ujaran Kebencian Dijadikan Alat Politik Kekuasaan
Sebab, kata Rudiantara, setelah pilkada serentak selesai, jumlah konten negatif di media sosial menurun.
"Setelah Pilkada kemarin, di beberapa tempat pada 2017, konten demikian secara kuantitas menurun," kata Rudiantara.
Salah satu penyebar konten kebencian selama Pilkada Serentak 2017 yakni kelompok Saracen. Polisi telah menangkap empat pengurusnya dan menetapkannya sebagai tersangka.
Kelompok tersebut menyebarkan proposal kepada pihak pemesan yang isinya paket untuk menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA.
Baca: Wiranto: Kita Sikat Dulu Ormas Radikal, Jangan Sampai Berkembang
Saracen menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.
Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.
Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.
Hingga saat ini, diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.