JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Ryaas Rasyid menilai korupsi yang merajalela Indonesia disebabkan sistem manajemen pemerintahan yang rusak akut.
Ryaas pun menawarkan diri secara sukarela untuk melakukan pembenahan sistem, sehingga bisa menghapus korupsi. Menteri pada era Presiden Abdurrahman Wahid itu bahkan rela tak dibayar alias gratis.
"Kalau ada presiden baru, siapapun presidennya, kalau mau mengangkat saya menjadi Ketua Tim Penataan Manajemen Pemerintahan Mencegah Korupsi, saya siap bekerja dua tahun tanpa dibayar," kata Ryaas ditemui usai diskusi "Partisipasi Perempuan dalam Mendukung Agenda Demokrasi Pemilu Serentak Tahun 2019", di Jakarta, Senin (16/10/2017).
Sementara itu ketika ditanya mengenai rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) oleh Polri, Ryaas mengatakan sangat mungkin akan terjadi tumpang tindih kewenangan.
(Baca juga: Dua Opsi Kelembagaan Densus Tipikor)
Hal itu disebabkan, obyek yang menjadi tugas densus tipikor sama dengan yang kini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tetapi enggak apa-apa, berlomba-lomba mencegah kejahatan kan baik. Walaupun saya percaya bahwa perburuan koruptor itu adalah sesuatu yang naif," kata dia.
Menurut Ryaas, memburu koruptor merupakan sesuatu yang naif karena koruptor terus-menerus diproduksi oleh sistem.
"Jadi menurut saya yang pertama dibenahi adalah sistem. Karena menurut saya korupsi itu adalah simbolisasi dari manajemen yang sakit," tutur Ryaas.
"Jadi kalau mau mencegah korupsi, sehatkan manajemennya. Jangan memperbanyak dokter dan obat-obatnya," kata dia.
(Baca juga: Kunci Keberhasilan Singapura dan Malaysia Berantas Korupsi Menurut KPK)