Tak ada efek jera
Tingginya kasus penyiksaan oleh aparat penegak hukum, menurut Arif, disebabkan karena negara tidak memiliki mekanisme efek jera dalam praktik akuntabilitas.
Aparat cenderung menggunakan upaya damai dengan menawarkan kompensasi uang kepada korban dan keluarganya.
Dalam beberapa kasus, kepolisian tidak menindaklanjuti proses hukum terhadap anggotanya yang tersangkut kasus penyiksaan.
"Di sisi lain jika membandingkan berkas perkara yang melibatkan aparat penegak hukum dengan warga sipil, vonisnya rendah, 2 sampai 4 tahun. Namun jika pelaku penyiksaannya warga sipil hukumannya lebih dari 5 tahun," kata Arif.
Berangkat dari fakta tersebut, lanjut Arif, Kontras mendesak agar pemerintah dan DPR membahas RUU Tindak Pidana Penyiksaan. Selain itu pembahasan revisi KUHP dan KUHAP juga perlu dipercepat.
Menurut Arif, selama ini tidak ada mekanisme hukum yang mampu memberikan efek jera bagi aparat negara yang menjadi pelaku kasus penyiksaan.
Mabes Polri sebelumnya sudah memberikan tanggapan terhadap riset mengenai masih adanya penyiksaan oleh oknum anggotanya, berdasarkan riset Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Jika memang terbukti ada penyiksaan, maka Polri akan menindaklanjuti dengan melakukan proses hukum.
"Kalau memang terbukti ada fakta-fakta yang menunjukkan benar ada penyiksaan maka akan diproses," kata Inspektur Wilayah V pada Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri Brigjen Syaiful Zachri.
(Baca: Kepolisian dan Bayang-bayang Penyiksaan)
Syaiful menilai bahwa adanya penyiksaan yang dilakukan anggota kepolisian merupakan cerminan masih kurangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan sarana serta prasarana penyidikan.
"Macam-macam, ada kurangnya kemampuan anggota tentang pemahaman prosedur, kemudian secara pribadi mungkin kondisi dalam tekanan atau kekurangan sarana prasarana untuk pembuktian," kata dia.
Menurut Syaiful, anggota berpangkat bintara kemungkinan besar bisa melakukan hal tersebut. Pasalnya, pendidikan yang hanya memakan waktu tujuh bulan belum cukup membuat mereka paham prosedur dan aturan hukum dalam KUHAP.
Pendidikan tujuh bulan berupa tiga bulan perubahan mindset dari warga sipil ke anggota dan empat bulan teknis seperti mempelajari KUHAP dianggap Syaiful masih kurang.
"Di penyidikan 7 bulan bisa apalah, menghapal KUHAP dan macam-macam serta kemudian ditugaskan, tekanan pimpinan harus berhasil, target waktu juga membuat mereka minim konfirmasi dan kroscek pengakuan," kata Syaiful.
Namun, Syaiful tak serta merta menyalahkan anggotanya atas adanya penyiksaan terhadap warga sipil. Menurut dia, polisi akan bersikap baik jika masyarakat dan lingkungan yang ada mendukung anggotanya bersikap baik.
"Tetapi atas nama Polri, kami mohon maaf jika memang terjadi hal demikian dan tidak akan menolerir anggota kami yang melakukan penyiksaan itu," kata Syaiful.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.