JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia, Basri Bermanda, mengimbau semua pihak tidak membuat pernyataan yang memecah belah seputar polemik penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).
Basri menuturkan, pihak-pihak yang tidak sepakat dengan Perppu Ormas sebaiknya menyatakan pendapat dalam ranah hukum dan disampaikan kepada institusi yang berwenang, seperti Dewan Perwakilam Rakyat.
"Ya tidak hanya Perppu Ormas. Perpu yang lain juga tidak boleh (ada pernyataan yang memecah belah)," kata Basri saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
"Karena kita mempertahankan NKRI, kalau kita tidak sepakat, wajar saja. Mari kita ke institusi yang berwenang. Ada DPR. Kalau perlu minta diadakan RDP di DPR. Kan bisa. Jadi masuk kita pada legal (ranah hukum)," ujar dia.
(Baca: Pembahasan Perppu Ormas Berpotensi Dilakukan dalam Tensi Tinggi)
Basri pun menyayangkan adanya pihak-pihak yang menggugat penerbitan Perppu Ormas, kendati perppu tersebut dinilai bertujuan untuk menertibkan ormas-ormas yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Menurut Basri, Perppu Ormas menekankan kembali komitmen seluruh elemen masyarakat terhadap empat pilar kebangsaan, yakni UUD 1945, NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Perppu Ormas itu menekankan kembali komitmen kita atas UUD 1945, NKRI, Pancasila, dan kebinekaan. Kan itu dasarnya. Kalau ini digugat kita semuanya nanti yang repot. Nah kita juga menjaga itu supaya NKRI tidak terganggu. Masuk nanti hal-hal (paham) yang berbeda dengan Pancasila," tuturnya.
(Baca juga: Perppu Ormas Ditargetkan Rampung 24 Oktober)
Untuk diketahui, sejumlah pihak telah menggugat Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya, Hizbut Tahrir Indonesia melalui Juru Bicaranya, yakni Ismail Yusanto.
Para pemohon gugatan menilai, penerbitan Perppu Ormas tidak dalam kegentingan memaksa. Selain itu, sejumlah pasal dalam Perppu Ormas dinilai diskriminatif.