JAKARTA, KOMPAS.com - Bareskrim Pori terus melakukan penyidikan terhadap kelompok penyebar berita bohong, ujaran kebencian, dan SARA, Saracen.
Humas Mabes Polri Kombes Pol Slamet Pribadi mengatakan, tidak masalah apabila saksi-saksi bahkan tersangka yang terlibat kelompok ini mengaku tak saling mengenal.
"Kalau misalnya terdengar dari media bahwa tidak kenal, itu hak mereka. Enggak kenal, enggak apa-apa. Tapi yang jelas penyidik tidak mendasari pada pengakuan," katanya di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Adapun yang menjadi dasar hukum pembuktian penyidikan yaitu hasil pemeriksaan, fakta dan bukti.
"Jadi, (dasarnya) alat bukti, misalnya forensik IT, handphone masing-masing, keterangan masing-masing saksi dan tersangka. Apakah itu ada persesuaian atau tidak," imbuh Slamet.
(Baca: Bendahara Saracen Disebut Terima Rp 1 Juta untuk Promosikan Tamasya Al Maidah)
Sementara itu, mengenai pihak yang diduga menjadi pemesan jasa Saracen atau penyandang dana kelompok ini, Slamet menegaskan tidak bisa menyebutkan nama-namanya.
"Soal substansi, kami tidak bisa menyampaikan secara terperinci karena kami terikat dengan UU TPPU dan UU perbankan, profil penyimpan dan simpanan tidak bisa disampaikan," kata dia.
Sebelumnya pada Rabu (4/10/2017) penyidik Bareskrim Polri telah memeriksa bendahara Saracen, Mirda alias Retno sebagai saksi.
Selain Retno, Bareskrim Polri juga memeriksa Dwiyani dan Riandini. Keduanya baru memenuhi panggilan pada Kamis (5/10/2017), setelah sebelumnya tak hadir dalam agenda pemeriksaan pada Senin (2/10/2017).
"Mereka ini adik dan kakak. Satu di (pengurus) Tamasya Al Maidah, satu di Saracen," kata Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Korupsi Kombes Irwan Anwar.