Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Berharap Segera Ada Moratorium Hukuman Mati

Kompas.com - 08/10/2017, 20:55 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono meminta eksekusi mati gelombang berikutnya dimoratorium.

Sebab, dalam eksekusi mati sebelumnya, Kejaksaan Agung dianggap melakukan kesalahan prosedur dan maladministrasi terhadap sejumlah terpidana mati. Salah satunya yakni Humprey Ejike Jefferson, warga negara Nigeria.

"Dalam kondisi ketidakpastian dan keraguan terkait eksekusi mati, maka pemerintah segera melakukan moratorium eksekusi mati untuk menghindari semakin besarnya potensi pelanggaran hak asasi manusia," ujar Supriyadi dalam diskusi di Jakarta, Minggu (8/10/2017).

Dugaan maladministrasi itu dinyatakan oleh Ombudman RI terhadap eksekusi mati pada Juli 2016.

Ombudsman, kata Supriyadi, menyatakan bahwa Kejaksaan Agung melanggar prosedur karena saat dieksekusi mati, Humprey dan beberapa terpidana mati lain tengah mengajukan grasi. Belum juga keluar keputusan presiden atas grasi tersebut, eksekusi mati tetap dilakukan tanpa memperhatikan hak mereka sebagai terpidana.

"Kesalahan itu fatal karena mengakibatkan Humprey dieksekusi lebih dulu tanpa melewati prosedur. Meski kecil, ada peluang dirinya selamat," kata Supriyadi.

Baca juga: Tren Hukuman Mati Paling Banyak dalam Kasus Kejahatan Narkotika

Di samping itu, dalam undang-undang diatur bahwa notifikasi eksekusi harus dilakukan minimal 72 jam sebelumnya. Tapi nyatanya, notifikasi baru diberikan sekitar 50 jam sebelumnya.

"Hasil putusan itu menunjukkan bahwa Indonesia melanggar HAM dan tidak menegakkan prinsip fair trial dalam isu hukuman mati," kata Supriyadi.

Selain itu, Supriyadi juga meminta pemerintah memoratorium penuntutan pidana mati dan meminta Mahkamah Agung untuk memoratorium terhadap putusan pidana mati. Jaksa dan MA masih bisa menuntut dan menjatuhkan pidana tertinggi berikutnya, yaitu penjara seumur hidup.

Penerapan hukuman mati di Indonesia dianggap ironis. Sebab, kata Supriyadi, Indonesia memperjuangkan keras 71 WNI yang terancam hukuman mati di negara lain. "Tapi di sisi lain menerapkan hukuman mati di negeri sendiri," kata dia.

Karena banyaknya dugaan pelanggaran HAM dan maladministrasi dalam eksekusi mati, pemerintah didesak membentuk tim independen yang melakukan eksaminasi dan review terhadap putusan-putusan terpidana mati. Hal ini untuk melihat adanya potensi unfair trial dan kesalahan dalam menjatuhkan pidana mati.

Baca juga: Tuntutan Hukuman Mati Mulai Diterapkan dalam Kejahatan Seksual terhadap Anak

Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo diminta mengevaluasi kinerja Jaksa Agung Muhammad Prasetyo terkait rekomendasi Ombudsman itu.

"Selain itu pemerintah perlu segera melakukan evaluasi terhadap dua eksekusi untuk melihat adanya potensi pelanggaran lain," kata Supriyadi.

"Kami harap Presiden tidak menutup mata untuk melihat bahwa orang dalam daftar terpidana mati itu punya hak untuk memperjuangkan hidupnya atas hukuman mati," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com