Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Hukuman Mati Paling Banyak dalam Kasus Kejahatan Narkotika

Kompas.com - 08/10/2017, 18:58 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan monitoring Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menunjukkan bahwa tindak pidana narkotika paling banyak berkenaan dengan hukuman mati pada 2017. Tahun ini, sebanyak 35 kasus, baik dalam putusan maupun tuntutan, terdakwa dikenakan hukuman mati.

"Pada 2017 ini, tren penggunaan hukuman mati yang dituntut jaksa dan diputus oleh pengadilan masih didominasi oleh kasus narkotika," ujar Direktur Eksekutif Supriyadi Widodo Eddyono dalam diskusi di Jakarta, Minggu (8/10/2017).

Tren ini juga ditunjukkan pada tahun sebelumnya. Pada 2016, kasus kejahatan narkotika juga menempati peringkat tertinggi dalam hukuman mati.

Selain itu, tindak pidana pembunuhan menempati peringkat kedua tertinggi untuk tuntutan atau putusan hukuman mati, yaitu 15 kasus.

Baca juga: Tuntutan Hukuman Mati Mulai Diterapkan dalam Kejahatan Seksual terhadap Anak

Kemudian, tuntutan hukuman mati juga mulai dikenakan pada pemberatan hukuman dalam kasus persetubuhan anak. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 diatur pemberatan hukuman kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Supriyadi menilai, tren hukuman terhadap kasus narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak muncul karena besarnya dorongan pemerintah untuk memerangi dua tindak pidana tersebut.

"Statement aktor politik ini jadi bahan bakar paling kuat penjatuhan hukuman mati oleh pengadilan negeri," kata Supriyadi.

Supriyadi mengatakan, pihaknya juga memetakan penyebaran kasus hukuman mati di Indonesia.

Baca juga: Jaksa Agung: Jangankan 1 Ton, di Bawah Itu Saja Bisa Hukuman Mati

Tahun ini, paling banyak tuntutan dan putusan mati dijatuhkan di Pulau Jawa, yakni 27 kasus. Dilanjutkan dengan Sumatera sebanyak 17 kasus, Kalimatan dengan lima kasus, Sulawesi dengan dua kasus, dan Papua satu kasus.

"Sedangkan di Bali dan Nusa Tenggara tidak ditemukan kasus hukuman mati," kata Supriyadi.

Dalam kurun Januari hingga Juni 2016, kasus yang terdakwanya dituntut dan divonis mati sebanyak 16 perkara. Sementara pada kurun Juli 2016 hingga September 2017, kasus yang terdakwa dituntut dan divonis hukuman mati sebanyak 29 perkara dengan 33 terdakwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com