Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut MA, Kasus E-KTP Tak Bisa Dianalogikan dengan Kasus Maling Ayam

Kompas.com - 06/10/2017, 16:54 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Abdullah, mengatakan, kasus pidana seperti kasus korupsi e-KTP tidak bisa dianalogikan secara sederhana seperti kasus pencurian ayam yang buktinya hanya satu, yakni ayam.

Hal ini disampaikan Abdullah menanggapi komentar publik atas putusan Cepi Iskandar, hakim tunggal yang menangani gugatan praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Novanto menggugat penetapannya sebagai tersangka kasus e-KTP. Hakim Cepi memenangkan Setya Novanto dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah.

"Dalam hukum pidana itu analogi tidak diperkenankan karena kasus itu kasuistis," kata Abdullah, di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017). 

Baca: Hakim Cepi: Tak Sah Penetapan Tersangka Setya Novanto oleh KPK

Dalam kasus e-KTP, Novanto diduga berperan mengawal anggaran. Saat itu, ia menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Hal ini terungkap dalam fakta persidangan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, yang menjadi terdakwa kasus e-KTP.

Sementara, Irman dan Sugiharto berperan mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.

Dengan peran yang berbeda-beda dari setiap pihak, maka alat bukti yang dipakai untuk menjerat masing-masing pihak itu juga berbeda sesuai perannya.

"Tidak bisa kesalahan orang lain kemudian dipersamakan sehingga itu disalahkan. Karena kasuistis sehingga harus diproses secara kasuistis pula," kata dia.

Baca: Ini Pertimbangan Hakim Cepi Batalkan Status Tersangka Setya Novanto

Abdullah menilai, pernyataan Cepi soal alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya tidak akan menghambat KPK untuk kembali menjerat Setya Novanto.

Abdullah berpendapat, KPK telah memiliki banyak bukti.

"Masih ada ratusan yang dia (KPK) miliki bahkan mau kerja sama dengan FBI. Tentunya akan ditemukan alat-alat bukti baru. Jadi enggak usah pemsimistis lah. Enggak usah tergesa-gesa karena kalau tergesa-gesa ada plus minusnya," ujar Abdullah.

Sebelumnya, putusan hakim Cepi mendapat kritikan tajam. Salah satunya disampaikan Koordinator Indonesia Corruption Watch ( ICW) Adnan Topan Husodo.

Melalui akun Facebook yang ditulis pada Sabtu (30/9/2017), Adnan menyampaikan kritik terhadap putusan itu dengan membuat analogi kasus pencurian ayam yang dilakukan oleh tiga orang pelaku.

Setelah satu orang pelaku tertangkap dan ditahan karena terbukti mencuri ayam, maka ayam hasil curian tersebut tidak bisa digunakan aparat penegak hukum sebagai barang bukti untuk memproses hukum dua pelaku lain.

"Logika Cepi lskandar: Ada 3 orang bersama-sama maling ayam, polisi baru tangkap yang pertama sebagai tersangka, yang kedua ditangkap kemudian, juga ditetapkan sebagai tersangka, dengan barang bukti ayam yang dicuri. Pelaku kedua mengajukan praperadilan. Hakim mengabulkan praperadilan tersangka kedua dengan alasan ayam yang dipakai untuk alat bukti adalah ayam yang sama untuk tersangka Pertama. Menurut hakim, ayamnya harus beda. #PraperSetnov #HakimadalahHukum," demikian post yang diunggah Adnan.

Kompas TV Koalisi LSM Laporkan Hakim Cepi ke Mahkamah Agung


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com