JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kekurangan bukti untuk kembali menjerat Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka.
KPK memiliki ribuan bukti yang digunakan dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"KPK sangat yakin dengan kekuatan bukti dalam penanganan kasus e-KTP, khususnya terhadap sejumlah pihak yang sudah diproses oleh KPK, baik di persidangan ataupun di tahap penyidikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (5/10/2017).
KPK tidak sependapat dengan salah satu pertimbangan hakim praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka Setya Novanto.
(Baca juga: Pimpinan KPK Pastikan Akan Ada Sprindik Baru untuk Setya Novanto)
Dalam putusan praperadilan, hakim Cepi Iskandar mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK. Hakim menilai alat bukti yang diajukan berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi E-KTP.
Menurut hakim, alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.
Febri mengatakan, jika mengacu pada putusan Pengadilan Tipikor dalam persidangan untuk Irman dan Sugiharto, maka majelis hakim menyatakan dalam amar putusan ke-8 bahwa terdapat sekitar 6.480 barang bukti yang seluruhnya digunakan untuk perkara lain.
"Hal itu dapat dipahami karena terdapat indikasi perbuatan sejumlah pihak yang diduga bersama-sama melakukan korupsi dalam proyek e-KTP tersebut," kata Febri.
(Baca juga: Analogi Tiga Maling Ayam dan Putusan Praperadilan Setya Novanto...)
Bukti dari FBI
Dalam proses hukum terkait e-KTP, khususnya terhadap Setya Novanto, KPK tidak hanya mendapat bukti dari dalam negeri. KPK telah mengantongi barang bukti yang berasal dari Amerika Serikat.
Febri mengatakan, bukti-bukti tersebut didapatkan melalui kerja sama KPK dengan Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI).
"Dukungan FBI dalam investigasi lintas negara sangat penting dalam pelaksanaan tugas KPK. Salah satu bukti yang kita dapatkan adalah indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat di Indonesia," kata Febri.
Kerja sama dalam pencarian bukti itu mengacu Pasal 12 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi UNCAC, pertukaran informasi dan kerjasama Internasional menjadi lebih kuat.
Menurut Febri, kerja sama dan koordinasi yang dilakukan dengan FBI, khususnya yang melibatkan Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem. Ia disebut sebagai salah satu saksi kunci kasus dugaan korupsi e-KTP.
Berdasarkan keterangan agen khusus FBI Jonathan Holden seperti dikutip dari Startribune.com, Marliem pernah membeli jam tangan senilai 135.000 dollar AS dari sebuah butik di Beverly Hills.
Jonathan mengetahui hal ini saat memeriksa Marliem. Meskti tidak menyebut nama Setya Novanto, Startribune.com menyebut, jam itu diberikan Marliem kepada Ketua Parlemen Indonesia yang kini tengah diselidiki dalam kasus e-KTP.
(Baca: Agen FBI Ungkap Johannes Marliem Beri Jam Tangan untuk Ketua DPR, Apa Kata KPK?)