Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertahankan Novanto, Golkar Dinilai Akan Dihukum Publik pada Pemilu

Kompas.com - 05/10/2017, 10:01 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengingatkan hukuman publik yang akan diterima Partai Golkar jika tetap dipimpin oleh Setya Novanto sebagai ketua umum.

"Publik akan memberikan 'hukuman' yang menyakitkan bagi Golkar dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 apabila bersikeras membiarkan SN (Setya Novanto) tetap memimpin partai," kata Haris kepada Kompas.com, Kamis (5/10/2017).

Menurut Haris, Partai Golkar seharusnya mendengar suara publik yang terus bergema ingin agar Novanto mundur dari jabatan yang ia emban di partai berlambang beringin tersebut.

"Jadi dalam konteks peluang di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Partai Golkar semestinya lebih mendengar aspirasi dan suara publik. Ketimbang ngotot mempertahankan SN sebagai ketum partai. Masyarakat kita sudah melek politik, jadi enggak bisa dibodohi lagi," kata dia.

(Baca juga: Tanggapan Politisi Golkar soal Netizen yang Nyinyir terhadap Setya Novanto)

Tak berbeda, peniliti LIPI lainnya Siti Zuhro mengatakan bahwa lolosnya Novanto dari jerat status tersangka gudaan korupsi proyek pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi batu sandungan bagi Partai Golkar.

"Hal yang tidak bisa dinafikan oleh Golkar adalah penilaian publik. Karena ini berkaitan langsung dengan public trust atau legitimasi Golkar di mata rakyat," kata Siti.

Siti juga menilai hal yang sama, bahwa Partai Golkar harusnya takut akan hukuman publik. Sebab, imbasnya akan bisa membuat Golkar kehilangan dukungan publik pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

"Ini dianggap sebagai momok. Karena itu suara netizen meskipun acapkali dianggap kontroversial dan keabsahannya diragukan, tapi dalam konteks kasus SN relatif merepresentasikan suara publik," ujar dia.

Meski demikian, kata Siti, jika Novanto pun diganti, tak serta merta badai yang menghantam Golkar akan cepat berlalu. Alasannya, siapa pun yang memimpin Partai Golkar akan tetap menjadi sorotan publik, karena dampak kasus Novanto sebelumnya.

"Jadi siapa pun pucuk pimpinan Partai Golkar akan menjadi sorotan dan pertimbangan publik," tutur Siti.

(Baca juga: Ridwan Bae: Merosotnya Elektabilitas Golkar Bukan Hanya karena Novanto)

Partai Golkar sendiri sebelumnya sempat mewacanakan untuk melakukan evaluasi terhadap Setya Novanto selaku ketua umum. Evaluasi dilakukan menyusul penetapan tersangka oleh KPK terhadap Novanto.

Penetapan tersangka terhadap Novanto dianggap membuat elektabilitas Partai Golkar menurun.

Namun, wacana evaluasi berangsur reda setelah hakim praperadilan Cepi Iskandar memenangkan gugatan Novanto. Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Novanto dianggap tidak sah.

Kompas TV Dari analisis internal Golkar, terjadi penurunan elektabilitas karena status tersangka Setnov.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com