JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan, tidak dipungkiri beberapa waktu belakangan ini terjadi manuver politik di lingkungan TNI yang tidak diimbangi dengan supremasi sipil yang seharusnya mampu mengontrol institusi militer.
Rentetan kegaduhan politik nasional yang menyeret TNI dalam pusaran politik, kata Puri, tidak lepas dari lemahnya peran sipil dalam mengawasi institusi militer, yakni Presiden dan DPR.
Menurut Puri, Komisi I DPR RI tidak pernah menerapkan sistem koreksi dan evaluasi yang baik terhadap TNI.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo belum berhasil menegakkan supremasi sipil atas militer.
"Supremasi sipil kita gagal dalam mengontrol supremasi militer," ujar Puri saat ditemui di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2017).
(baca: Kontras: Apapun Bentuknya, Panglima TNI Tidak Bisa Bicara Politik)
Puri menuturkan, Presiden dan DPR sebagai simbol supremasi sipil perlu melakukan pembenahan yang menyeluruh atas kinerja TNI dengan menciptakan sistem kontrol yang efektif.
Pemerintah, lanjut Puri, harus menunjukkan bahwa kepemimpinan sipil yang utuh hadir sebagai pemimpin aktor keamanan dan pertahanan negara.
Kontrol sipil menjadi salah satu bagian yang penting guna mengawal TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional.
(baca: 8 Kontroversi Panglima Gatot yang Dinilai Politis Versi Kontras)
"Hal ini sejalan dengan teori kontrol sipil obyektif yang diajukan oleh Samuel P. Huntington. Menurut teori itu, cara paling optimal dalam menegaskan kontrol terhadap angkatan bersenjata adalah dengan memprofesionalkan mereka," ucapnya.
"Dalam kontrol obyektif oleh sipil, profesionalisme militer dapat berkembang karena militer dipisahkan jauh dari gelanggang politik," tambah dia.
Salah satu kontrol sipil yang bisa dilakukan, menurut Puri, adalah dengan merevisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Puri mengatakan, kontrol sipil melalui penggunaan peradilan pidana umum perlu dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap tindakan kriminal yang dilakukan oleh unsur aparat TNI.
"Artinya, harus ada perubahan signifikan dalam mereformasi tubuh kelembagaan TNI," kata dia.