Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Hakim Praperadilan Setya Novanto Dianggap Membingungkan

Kompas.com - 30/09/2017, 20:25 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, pertimbangan putusan hakim Cepi Iskandar yang memenangkan gugatan Ketua DPR Setya Novanto membingungkan.

Hal ini disampaikan Ray menanggapi pertimbangan Cepi mengenai alat bukti yang sudah digunakan terhadap suatu tersangka atau terdakwa, tidak bisa digunakan untuk menangani tersangka atau terdakwa lain.

Ray mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menggunakan sekitar 200 alat bukti untuk menjerat Setya Novanto sebagai tersangka pada kasus korupsi e-KTP.

"Pertanyaannya, masa dari 200 barang bukti (kasus Setya Novanto) sama dengan yang dipakai kepada orang lain (dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto)?" kata Ray di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).

"Susahnya ini kan, hakim tidak pernah verifikasi barang bukti yang sama," ujar dia.

(Baca juga: Analogi Tiga Maling Ayam dan Putusan Praperadilan Setya Novanto...)

Kemudian, lanjut Ray, pertimbangan Cepi juga menegaskan bahwa sebagian alat bukti dapat menggugurkan alat bukti lainnya.

Misalnya, kata Ray, dari 200 alat bukti yang disampaikan dalam sidang praperadilan hanya sebagian kecil, yakni tiga atau empat alat bukti saja, yang sudah dipakai untuk membuktikan keterlibatan Irman dan Sugiharto, maka otomatis menggugurkan alat bukti lainnya.

"Ini membingungkan," kata dia.

Ray menilai, putusan hakim Cepi mempersulit KPK menuntaskan kasus korupsi e-KTP. Meskipun demikian, Ray mendukung KPK membuat surat perintah penyidikan baru untuk kembalil menetapkan Novanto sebagai tersangka.

"Jadi ya bagaimana, ini kan aneh sekali, (misalnya) cuma ini barang buktinya, tapi yang bersangkutan didalilkan bisa sangat berperan dengan barang bukti yang sama," ujarnya.

Dalam sidang putusan praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2017), hakim tunggal Cepi Iskandar menilai penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah.

KPK pun diminta untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya.

Ada sejumlah pertimbangan yang mendasari Hakim Cepi membuat putusan tersebut. 

(Baca: Ini Pertimbangan Hakim Cepi Batalkan Status Tersangka Setya Novanto)

Pertama, Cepi menilai penetapan tersangka Novanto oleh KPK sudah dilakukan di awal penyidikan. Menurut Cepi, harusnya penetapan tersangka dilakukan di akhir tahap penyidikan suatu perkara. Hal itu untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.

Selain itu, Cepi juga menilai alat bukti yang diajukan berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi E-KTP.

Menurut Cepi, alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.

Kompas TV KPK telah menyiapkan sejumlah langkah antisipatif untuk menghadapi kemungkinan hukum dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com