JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Arsul Sani menilai keliru pandangan KPK soal pansus angket.
Hal itu berkaitan dengan pernyataan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief yang menganggap hak angket terhadap KPK bisa menjadi preseden buruk terhadap upaya penegakan hukum yang independen.
Sebab yang terjadi pada KPK bisa terjadi pada lembaga penegak hukum lain.
"Ada kekeliruan pola pikir wakil ketua KPK ini. Dia mensejajarkan KPK dengan MA dan MK, padahal KPK bukan pemegang kekuasaan kehakiman yang mandiri," kata Arsul saat dihubungi, Kamis (28/9/2017) malam.
(baca: Soal KPK Vs Pansus Angket, Jokowi Dianggap Lupa Tugas Kepala Negara)
Menurut dia, Laode hanya meng-" copy-paste" dalil pemohon uji materi pasal hak angket di MK.
Di samping itu, hal yang dikemukakan Laode sudah dijawabnya di MK selaku kuasa DPR.
Saat itu, Arsul menyampaikan bahwa hak angket DPR tidak dapat dipergunakan terhadap dua lembaga pemegang kekuasaan kehakiman yang mandiri, sepanjang terkait dengan kekuasaan memeriksa, mengadili dan memutus perkara.
(baca: KPK: Sulit Menangkap Ide Positif di Balik Pansus Angket DPR)
Sebab, hal itu merupakan kompetensi absolut kedua lembaga negara tersebut.
Di samping itu, ia juga menyampaikan pada sidang bahwa posisi hak angket bukan ditujukan untuk mengintervensi proses penanganan perkara tertentu yang dijalankan lembaga penegak hukum.
Hak angket ditujukan terhadap kebijakan atau peraturan internal lembaga, termasuk yang berbentuk standar operasional prosedur (SOP) dan penerapannya.
(baca: Mahfud MD: Produk Pansus Angket KPK Tak Berguna, Itu Sampah Saja)
Hal itu, kata Arsul, dilakukan untuk menyelidiki ada tidaknya penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan yang diberikan undang-undang.
"Saya menyarankan dia (Laode) sebaiknya mengkaji risalah pembahasan, naskah akademik maupun bertanya kepada mereka yang terlibat dalam penyusunan naskah akademik dan pembahasan pasal-pasal terkait hak angket," ujar Politisi PPP itu.