JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi batal menyerahkan sebuah rekaman sebagai bukti dalam sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto. Hakim menolak rekaman itu diputarkan dalam persidangan karena menyangkut nama-nama tertentu.
Sebelum hakim memutuskan, KPK sangat ngotot rekaman itu diputarkan. Pihak Novanto juga sama ngototnya menolak rekaman itu diputar. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, bukti rekaman itu sangat spesial dibandingkan bukti lainnya.
"Itu nilainya kalau ditambah bukti yang sudah kami sampaikan dalam bentuk CD atau flashdisk, mungkin itu bobotnya yang paling tinggi karena menyebut pihak-pihak dalam proses itu," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017) malam.
Rekaman tersebut memiliki durasi sekitar 40 menit. Itu merupakan hasil penyelidikan untuk kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP pada 2013. Dalam rekaman, kata Setiadi, ada beberapa saksi baik dari dalam maupun luar negeri yang menyebutkan keterlibatan Novanto.
(Baca: KPK Hadirkan Ahli IT dalam Praperadilan Setya Novanto)
"Saya tidak bisa sampaikan substansi isinya karena tidak jadi diberi kesempatan dan ijin (untuk diputar)," kata Setiadi.
Setiadi juga enggan menyebutkan apakah rekaman itu merupakan hasil sadapan atau direkam saat pertemuan. KPK beranggapan rekaman tersebut memiliki kedudukan yang sama dengan bukti lainnya sebagai penguat dasar KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka.
Setiadi menampik anggapan tujuan merrka memutar rekaman karena ingin memengaruhi opini publik terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Publik bisa menilai, menyimpulkan, dan memahami proses hukum kpk terhadap pemohon. Sebenarnya bukan untuk mempengaruhi opini," kata dia.
Setelah hakim menolak, pihak KPK tak bisa lagi memaksakan untuk memutar rekaman. Setiadi khawatir, jika rekaman diputar, terjadi polemik yang sama dengan saat penyidik memutarkan rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani di pengadilan.
(Baca: Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti)
"Jangan sampai terulang pada saat di pengadilan Tipikor. Kan rekan-rekan dengar sendiri, ditayangkan, ada yang laporkan," kata Setiadi.
Sebelumnya, tim pengacara Novanto menolak rekaman dari KPK diputar karena menganggap sudah masuk materi pokok perkara. Ketut Mulya Arsana mengatakan, pengujian alat bukti bukan ranah praperadilan, melainkan pengadilan pokok perkara.
"Kalau kita perdengarkan bukti, menurut kami jauh, itu repot. Bagi kami suatu pelanggaran hukum," kata Ketut.
Di samping itu, jika rekaman diputar, maka akan terbentuk opini publik. Sementara status tersangka Novanto masih diuji dalam praperadilan. Ia mengancam akan menempuh proses hukum jika rekaman tetap diputar dalam sidang praperadilan.
"HAM dilanggar di situ. Akan muncul opini macam-macam. Jangan sampai opini yang merugikan klien kami," kata Ketut.
Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar mencoba menengahi. Ia mengatakan, meski pembuktian penting, namun tetap harus ada perlindungan HAM. Cepi tak masalah rekaman diputarkan jika tak ada nama-nama tertentu yang disebutkan di dalamnya.