JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Sekjen DPR Achmad Djuned diperiksa oleh penyidik KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan alat pemantau satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Seusai diperiksa, Djuned mengaku diajukan beberapa pertanyaan oleh penyidik.
"Yang dipertanyakan biasa, pertama soal tupoksi saya, yang kedua diminta untuk menyerahkan hasil rapatnya tangal 9 Juni 2016 dan 27 Juni 2016," kata Djuned, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).
Risalah rapat yang dimaksud adalah rapat antara Komisi I DPR dan Bakamla.
Djuned mengatakan, dalam rapat tersebut mereka membahas soal anggaran untuk Bakamla yang masuk dalam APBN-P tahun 2016, termasuk soal anggaran pembelian satelit.
Baca: Keterlibatan Kepala Bakamla Disebut dalam Pertimbangan Vonis Hakim
Namun, Djuned mengaku tidak tahu persis apa hasil rapat tersebut. Demikian pula mengenai adanya upaya penggiringan anggaran untuk membeli satelit.
"Saya tidak tahu persis, saya hanya menyerahkan risalah rapatnya saja," kata dia.
Adapun, menurut jadwal yang dirilis KPK pada hari ini, Ahmad Djuned diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.
Nofel merupakan tersangka kelima. Empat tersangka ditangani oleh KPK, dan satu orang di tetapkan berdasarkan kewenangan Polisi Militer TNI.
Para tersangka itu adalah Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, dan dua anak buah Fahmi, Muhammad Adami Okta, dan Hardy Stefanus.
Adapun, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut RI, Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebagai tersangka pada kasus yang sama yang ditangani TNI.