Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/09/2017, 23:38 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa banyaknya kepala daerah yang diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) bukanlah sebuah prestasi atau kebanggaan bagi lembaganya.

"Banyaknya OTT akhir-akhir ini dilakukan KPK, itu bukan prestasi buat KPK. Bagi kami itu tragedi," ujar Alex dalam rapat Komisi III DPR dengan KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2017).

"Tapi kami harus tindaklanjuti laporan masuk. Semua info masyarakat rasanya kalau tak ditindaklanjuti nanti apatis juga," kata dia.

Menurut Alex, komitmen dan integritas kepala daerah yang rendah untuk menghindari korupsi menjadi penyebab utama OTT tersebut dilakukan lembaga antirasuah.

"Banyaknya OTT itu masalah komitmen dan integritas kepala daerah. Dalam rangka pencegahan banyak kita lakukan pendampingan ke daerah untuk penguatan sistem," ujar dia.

(Baca juga: KPK Dianggap Hanya Gencar Penindakan, tetapi Lemah dalam Pencegahan)

Dari hasil kajian KPK, banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT itu juga imbas dari peran dan fungsi inspektorat di tubuh pemerintah daerah yang tidak berjalan.

"Kami melihat kedudukan inspektorat yang bertanggung jawab ke kepala daerah dalam pengawasan begitu mudah intervensi," kata dia.

Karenanya ia mengusulkan, penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) kepada Kementerian Dalam Negeri.

Salah satunya, Alex berharap kedudukan APIP tak di bawah kepala daerah terutama terkait pengangkatan dan pelaksana tugas.

"Termasuk pemutasian perpindahan. Kami ingin inspektorat independen. Sekarang mereka takut dimutasikan," tutur Alex.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan mengkritik gencarnya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Ia menganggap OTT bukanlah sebuah pencegahan atas tindak pidana korupsi.

"Suksesnya KPK bukan banyaknya KPK tangkap orang atau OTT. Sebulan enam OTT itu bukti kegagalan KPK dalam konteks pencegahan," kata Arteria.

Bahkan, Arteria menyamakan cara kerja lembaga antirasuah itu seperti oknum polisi lalu lintas yang sengaja menunggu pengguna jalan yang salah untuk ditindak.

"Kalau kayak OTT itu hansip juga bisa melakukan OTT. Kalau nungguin orang salah saja. Bapak, Ibu menunggu kayak oknum Polantas. Nunggu di pinggir jalan," ujar dia.

(Baca juga: Politisi PDI-P Samakan KPK dengan Oknum Polantas yang Tunggu Kesalahan)

Karena itu, politisi PDI Perjuangan itu pun meminta KPK menjelaskan dengan gamblang perihal gencarnya OTT yang dilakukan beberapa waktu ini.

"Sebulan ini ada enam OTT. Saya ingin salah satu saja dibuktikan melakukan tindak pidana korupsi. Jangan bangga OTT," kata Arteria.

Kompas TV Komisi III DPR Gelar RDP dengan KPK
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Nasional
Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Nasional
900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

Nasional
Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com