JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa banyaknya kepala daerah yang diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) bukanlah sebuah prestasi atau kebanggaan bagi lembaganya.
"Banyaknya OTT akhir-akhir ini dilakukan KPK, itu bukan prestasi buat KPK. Bagi kami itu tragedi," ujar Alex dalam rapat Komisi III DPR dengan KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2017).
"Tapi kami harus tindaklanjuti laporan masuk. Semua info masyarakat rasanya kalau tak ditindaklanjuti nanti apatis juga," kata dia.
Menurut Alex, komitmen dan integritas kepala daerah yang rendah untuk menghindari korupsi menjadi penyebab utama OTT tersebut dilakukan lembaga antirasuah.
"Banyaknya OTT itu masalah komitmen dan integritas kepala daerah. Dalam rangka pencegahan banyak kita lakukan pendampingan ke daerah untuk penguatan sistem," ujar dia.
(Baca juga: KPK Dianggap Hanya Gencar Penindakan, tetapi Lemah dalam Pencegahan)
Dari hasil kajian KPK, banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT itu juga imbas dari peran dan fungsi inspektorat di tubuh pemerintah daerah yang tidak berjalan.
"Kami melihat kedudukan inspektorat yang bertanggung jawab ke kepala daerah dalam pengawasan begitu mudah intervensi," kata dia.
Karenanya ia mengusulkan, penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) kepada Kementerian Dalam Negeri.
Salah satunya, Alex berharap kedudukan APIP tak di bawah kepala daerah terutama terkait pengangkatan dan pelaksana tugas.
"Termasuk pemutasian perpindahan. Kami ingin inspektorat independen. Sekarang mereka takut dimutasikan," tutur Alex.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan mengkritik gencarnya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Ia menganggap OTT bukanlah sebuah pencegahan atas tindak pidana korupsi.
"Suksesnya KPK bukan banyaknya KPK tangkap orang atau OTT. Sebulan enam OTT itu bukti kegagalan KPK dalam konteks pencegahan," kata Arteria.
Bahkan, Arteria menyamakan cara kerja lembaga antirasuah itu seperti oknum polisi lalu lintas yang sengaja menunggu pengguna jalan yang salah untuk ditindak.
"Kalau kayak OTT itu hansip juga bisa melakukan OTT. Kalau nungguin orang salah saja. Bapak, Ibu menunggu kayak oknum Polantas. Nunggu di pinggir jalan," ujar dia.
(Baca juga: Politisi PDI-P Samakan KPK dengan Oknum Polantas yang Tunggu Kesalahan)
Karena itu, politisi PDI Perjuangan itu pun meminta KPK menjelaskan dengan gamblang perihal gencarnya OTT yang dilakukan beberapa waktu ini.
"Sebulan ini ada enam OTT. Saya ingin salah satu saja dibuktikan melakukan tindak pidana korupsi. Jangan bangga OTT," kata Arteria.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.