Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi II DPR: Djarot Dulu Paling Menolak Gubernur Dipilih DPRD

Kompas.com - 21/09/2017, 22:08 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI, Yandri Susanto menanggapi saran terkait usulan agar gubernur DKI Jakarta dipilih oleh DPRD DKI, tetapi atas usulan dari Presiden RI.

Saran itu disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat terkait dengan wacana revisi Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota NKRI.

"Bukannya dulu Pak Djarot paling menentang? Ketika UU Pilkada dikembalikan ke DPR. Bahkan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) keluar dari Gerindra karena enggak setuju," ujar Yandri dalam acara "Temu Legislatif PAN Tingkat Nasional" di hotel Mercure Ancol, Jakarta, Kamis (21/9/2017).

Sehingga, Yandri mengingatkan agar Djarot konsisten dengan sikapnya seperti ketika menjadi anggota Komisi II DPR RI, sebelum digantikan Arteria Dahlan.

Baca: Revisi UU Kekhususan DKI, Djarot Sarankan Gubernur Dipilih DPRD dengan Usulan Presiden

Kala itu, Djarot menjadi bagian dari anggota DPR RI yang menolak UU Pilkada dengan pasal inti bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.

"Saya kira Pak Djarot konsisten saja dan ini kan jalan yang terbaik bahwa masyarakat memilih pemimpinnya secara langsung," kata Yandri.

Ketua DPP PAN itu juga berpendapat, perlu kajian yang mendalam yang melibatkan berbagai pihak untuk merealisasikan wacana tersebut.

"Kalau UU khusus Ibukota itu direvisi saya pikir perlu ada kajian lebih mendalam, kajian ilmiah melibatkan para stakeholder di DKI. Termasuk pemilik saham terbesar adalah rakyat. Maka buka dulu ruang publik untuk mendiskusikan itu," kata dia.

Meski demikian Yandri menegaskan, sejatinya usulan Djarot tersebut tidak perlu dilontarkan. Sebab, Jakarta berbeda dengan daerah lainnya yang secara geografis mudah dijangkau dan penduduknya melek informasi.

"Ibu kota sangat heterogen, masyarakatnya melek informasi langsung bersentuhan dengan pemimpinnya, area geografisnya sangat gampang dijangkau. Jadi menurut saya tidak ada kesulitan untuk memilih langsung," katanya.

Apalagi sampai saat ini ia menilai belum ada urgensi untuk merevisi undang-undang tersebut dengan mengubah model pemilihan gubernur DKI Jakarta.

"Belum ada urgensi. Karena selama ini tidak ada masalah. Apa masalahnya? Kecuali ada masalah. Tapi kan selama ini tidak ada masalah," Yandri menegaskan.

Baca: Jika Dipilih DPRD, Diyakini Lebih Banyak Kepala Daerah Korup

Sebelumnya, Djarot beralasan sistem pemilihan kepala daerah di Jakarta yang menggunakan mekanisme pemilihan langsung 50+1 seperti saat ini membuat gaduh.

Menurut Djarot, kegaduhan setiap pilkada tidak perlu terjadi di Jakarta yang merupakan ibu kota.

Dalam revisi UU tersebut, dia pun mengusulkan agar gubernur DKI Jakarta di masa depan dipilih oleh DPRD DKI, tetapi atas usulan dari Presiden RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com