JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan bahwa Wali Kota Batu Eddy Rumpoko diduga menggunakan kata sandi "undangan" untuk menutupi dugaan transaksi korupsinya.
"Ada informasi yang kita terima bahwa indikasi penerimaan suap menggunakan kode 'undangan'. Ada kode 'undangan' yang digunakan di sana," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Menurut Febri, Informasi tersebut saat ini tengah didalami lebih lanjut oleh penyidik KPK. Hal inilah yang menyebabkan ia belum bisa membeberkan dengan jelas apa arti kode "undangan" tersebut.
"Sedang terus kami dalami. Belum bisa disampaikan. Itu kode yang muncul dan sedang kami dalami lebih lanjut," ujar Febri.
(Baca juga: Diduga Terima Suap Rp 500 Juta, Berapa Jumlah Harta Wali Kota Batu?)
Febri juga menanggapi soal bantahan Eddy Rumpoko yang mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka pengusaha Filipus Djap maupun Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan terkait kasus suap yang dituduhkan.
"Kalau bantahan tersangka itu silakan saja. Banyak pihak juga membantah. Silahkan sampaikan ke penyidik disertai bukti yang ada," ujar Febri.
"Tentu kita memiliki alat bukti dan sudah menemukan dalam proses ini bahwa ada kata atau kode 'undangan' di sana," tutur Febri.
Diketahui, Eddy Rumpoko bersama anak buahnya, Edi Setyawan, dan Direktur PT Dailbana Prima Filipus Djap, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (16/9/2017).
Eddy diduga menerima suap dari Filipus Djap sebesar Rp 500 juta. Sebanyak Rp 300 dari suap itu digunakan Eddy untuk melunasi mobil Alphard miliknya.
Suap itu terkait dengan proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar, yang dimenangkan PT Dailbana Prima.
Atas tindakannya, Filipus sebagai pemberi diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Eddy Rumpoko dan Eddi Setiawan sebagai penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.