JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah tidak bisa mendikte partai politik terkait penggunaan dana bantuan untuk parpol.
Pemerintah sebelumnya telah menyetujui kenaikan dana parpol hampir 10 kali lipat dari Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara. Dana parpol dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dana diserahkan ke parpol untuk kaderisasi dan lain-lain. Dan lain-lain itu terserah parpol, mau dibuat apa, terserah," kata Tjahjo di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (18/9/2017).
Namun, dalam penggunaannya parpol wajib menyerahkan laporan pertanggungjawaban ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(Baca juga: Mendagri: Kenaikan Dana Parpol Tak Otomatis Hapus Korupsi)
Tjahjo mengakui, meskipun sudah dinaikkan 10 kali lipat, namun dana parpol ini masih terbilang kecil jika digunakan untuk membiayai seluruh kepentingan partai.
"Enggak, enggak besar. Ini hanya stimulan," kata politisi PDI-P ini.
Sumber pendanaan parpol terbesar, menurut dia, masih dari iuran anggota. Setelah itu, barulah dari anggota yang duduk di DPR dan DPRD, serta sumbangan dari pihak ketiga yang bisa dipertanggungjawabkan.
Penggunaan dana parpol yang diserahkan ke partai tersebut dikarenakan keinginan partai agar belanjanya lebih fleksibel.
"Yang penting digunakan buat kepentingan parpol. Kan itu luas. Kami kan enggak boleh mendikte. Wong ini hak independen parpol," ucap Tjahjo.
"Buat apa, kan ya beda-beda jumlah anggotanya, pengurusnya, cabangnya," ujar dia.