Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali Kota Batu Mengaku Tidak Tahu Soal Suap Ratusan Juta dari Pengusaha

Kompas.com - 17/09/2017, 19:29 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Batu Eddy Rumpoko mengaku tidak tahu menahu soal suap dari pengusaha Filipus Djap.

Eddy menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus suap proyek belanja modal pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun 2017.

Eddy yang keluar dari gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (17/9/2017) memakai rompi oranye tahanan KPK itu justru mempertanyakan di mana operasi tangkap tangan oleh KPK. Sebab, lanjut dia, saat petugas KPK datang dirinya mengaku sedang berada di kamar mandi.

"Jadi waktu terjadi di rumah dinas, saya sedang mandi. Tahu-tahu ada tim KPK masuk ke kamar mandi shooting saya segala macam dan saya (tanya) ada apa, OTT. OTT-nya mana saya bilang gitu," kata Eddy.

Dirinya membantah kalau suap itu salah satunya juga untuk melunasi pembayaran mobil Toyota Alphard. Ia pun tidak tahu menahu soal uang Rp 200 juta.

KPK sebelumnya menyatakan Filipus diduga memberi Rp 200 juta, sisa dari total fee untuk Eddy sebesar Rp 500 juta. "Saya enggak tahu, duitnya dari mana saya enggak tahu," ujar Eddy.

Eddy membenarkan adanya pengadaan meubelair dalam APBD Kota Batu tahun 2017. "Karena kantor kita kan baru. Tapi apakah sudah dilaksanakan saya juga enggak tahu. Tahunya saya ya semuanya baik-baik aja," ujar Eddy.

Soal Kabag Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Batu Edi Setyawan yang juga diduga menerima Rp 100 juta terkait proyek ini, Eddy mengaku tidak tahu. Dia juga membantah ada kesepakatan bersama Edi terkait proyek ini.

"Saya enggak tahu karena dia memang petugasnya ULP. Kalau sekarang dituduhkan bahwa saya mengintervensi gimana, wong namanya (pengadaan) semua terbuka dan saya enggak tahu persis satu persatu," ujar Eddy.

Ketika ditanya apakah berarti dia merasa dijebak pada kasus ini, dia menepisnya. "Saya tidak pernah ngomong dijebak, cuma saya ingin mempertanyakan apa yang namanya OTT itu di mana," ujar Eddy.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Kabag ULP Kota Batu Edi Setyawan, dan pengusaha Filipus.

Eddy Rumpoko diduga menerima suap Rp 500 juta dari Filipus Djap. Suap tersebut terkait proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar, yang dimenangkan PT Dailbana Prima. Filipus Djap, merupakan Direktur PT Dailbana Prima.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Wali Kota Batu mendapat fee 10 persen atau Rp 500 juta dari nilai proyek tersebut.

"Diduga pemberian uang terkait fee 10 persen untuk wali kota dari proyek," kata Syarif, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (17/9/2017).

Sementara itu, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan, yang juga tersangka kasus suap ini menerima Rp 100 juta dari Filipus. Pemberian untuk Setyawan diduga karena yang bersangkutan merupakan panitia pengadaan pada proyek tersebut.

Eddy dan Edi sebagai pihak yang diduga penerima, disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Filipus sebagai pihak yang diduga pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayar (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 ju 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com