JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung menilai tanda tangan Wakil Ketua DPR dalam surat Setya Novanto kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan kedekatan keduanya.
Hal itu, kata Akbar, sudah terlihat sejak pertemuan mereka dengan Donald Trump di Amerika Serikat (AS) yang sempat menuai kecaman.
Kedekatan keduanya, tutur Akbar, terjalin dari seringnya mereka melakukan kegiatan bersama.
"Banyak kegiatan yang mereka hadiri bersama. Memang tidak bisa kita ingkari kedekatan mereka. Mulai dari Donald Trump, dan lain-lain. Itu memperlihatkan kedekatan mereka," kata Akbar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Namun demikian, Akbar meminta kedekatan keduanya tidak mengintervensi institusi DPR.
(Baca: Gerindra Minta Fadli Zon Jelaskan ke Publik soal Surat Novanto untuk KPK)
Dalam kasus pengiriman surat Setya Novanto, Akbar menyatakan sebaiknya Fadli juga menghormati proses hukum yang tengah berjalan sehingga tak perlu menandatangani surat tersebut.
Dengan menandatangani surat tersebut, Fadli dinilai tak menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK.
"Apapun, kedekatan itu tetap harus kita tempatkan pada hukum sesuai aturan yang ada. Kita serahkan pada proses hukum. Biar hukum yang berjalan," lanjut Akbar.
(Baca: Belum Terima Salinan Surat Novanto, MKD Belum Proses Pelaporan terhadap Fadli Zon)
Kepala Biro Pimpinan Sekretariat Jenderal DPR RI menyampaikan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (22/9/2017).
Surat tersebut ditandatangani Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Pada intinya, surat tersebut berisi permintaan agar KPK menunda proses penyidikan terhadap Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dalam surat tersebut, pimpinan DPR menilai praperadilan adalah hal yang lumrah dalam proses penegakan hukum. Pimpinan DPR meminta KPK mengedepankan azas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum praperadilan yang sedang berlangsung.