JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan, besarnya anggaran yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) rawan kecurangan.
"Tren kecurangan atau korupsi JKN akan meningkat tahun mendatang. Karena BPJS Kesehatan akan mengelola dana yang sangat besar. Tahun 2016 sampai Rp 56 triliun," kata Febri di hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Menurut Febri, kecurangan yang patut diwaspadai adalah pengajuan pembayaran klaim oleh rumah sakit pemerintah maupun swasta kepada BPJS Kesehatan.
"Di situ celahnya, di mana pihak RS akan berlomba-lomba mengajukan klaim besar ke BPJS Kesehatan. Sementara BPJS belum miliki sistem yang andal untuk menyaring klaim-klaim tersebut," kata dia.
(Baca juga: Dugaan Kecurangan Program JKN, Pembayaran Klaim RS Patut Diwaspadai)
Contoh kecurangan yang dilakukan pihak RS, misalnya, penagihan biaya obat, penggunaan alat kesehatan, tindakan medis sampai rawat inap pasien yang tidak dilakukan tapi masuk dalam tagihan klaim BPJS.
"Ada pasien RS setelah pulang tagihan BPJS membengkak. Setelah dicek ada jumlah obat yang tidak dikonsumsi tapi ditagih, alat kesehatan yang tidak dipakai tapi ditagih, tindakan medis tidak diperoleh tapi ditagih, lama waktu menginap juga," ucap dia.
"Itu yang dilakukan RS untuk memperoleh pendapatan dari klaim. Itu bisa lolos dan dicairkan karena BPJS Kesehatan tidak melakukan verifikasi ke pasien. BPJS Kesehatan menerima dokumen tagihan begitu saja. Hanya 1 persen dari total klaim yang diverifikasi ke pasien," kata dia.
Karena itu, kata Febri, perlu pengawasan lebih dari pemerintah, seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Kementerian Kesehatan termasuk Dewan Pengawas BPJS Kesehatan.
"Kita tidak bisa banyak ungkap soal BPJS ini karena tidak bisa menemukan tapi ada indikasi. Karena susah dapat dokumen klaim itu. Pasien mengaku begitu," kata dia.
"Kami dorong BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan buka saja ke publik klaim-klaim yang sudah dibayarkan. Itu informasi publik kecuali rekam medis yang dirahasiakan," tutur dia.