Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/09/2017, 08:09 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Setya Novanto telah melakukan berbagai cara agar terhindar dari proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

Upaya pertama untuk menghindari jerat hukum lembaga antirasuah itu dengan melakukan praperadilan. Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pekan lalu, Senin (4/9/2017).

Namun, gugatan praperadilan yang diajukan Novanto tak membuat KPK gentar. Mereka langsung menjadwalkan pemeriksaan perdana Setya Novanto sebagai tersangka.

Pemeriksaan dijadwalkan sehari sebelum sidang praperadilan dimulai. Akan tetapi, Novanto justru tak hadir dalam pemeriksaan tersebut dengan alasan sakit.

Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham yang mengantarkan surat izin sakit Novanto mengatakan gula darah Ketua Umum Partai Golkar itu naik.

Idrus mengatakan sejak Minggu (3/9/2017) pekan lalu, Novanto dirawat di Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta.

Pada Selasa sore (12/9/2017) kemarin, Novanto menempuh upaya baru untuk menghindari proses hukum KPK. Melalui institusi DPR, ia menulis surat permohonan ke KPK agar proses hukumnya dihentikan selama proses praperadilan berlangsung.

(Baca: Melalui Surat, Pimpinan DPR Minta KPK Tunda Penyidikan Kasus Novanto)

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham (kanan) tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (11/9/2017). Kedatangannya terkait Ketua DPR RI Setya Novanto yang tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham (kanan) tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (11/9/2017). Kedatangannya terkait Ketua DPR RI Setya Novanto yang tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini.
Kecaman dari internal DPR

Surat itu ditandatangani Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, yang mengatasnamakan pimpinan DPR. Namun, Wakil Ketua DPR lain, Agus Hermanto, mengaku tak pernah mengetahui adanya pembahasan mengenai surat tersebut.

Agus mengaku belum ada kesepakatan di antara seluruh pimpinan terkait pengiriman surat yang bersifat personal, namun menggunakan institusi pimpinan DPR.

"Saya akan cari tahu kalau memang kabarnya seperti itu. Saya tentunya setelah tahu secara persis akan saya sampaikan kepada media," kata Agus, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2017).

(Baca: Ada Pimpinan DPR yang Tak Tahu Surat Setya Novanto ke KPK)

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan pun merasa keberatan jika surat itu diatasnamakan pimpinan. Ia pun telah meminta penjelasan langsung kepada Fadli.

"Kalau (disebut) atas nama pimpinan DPR, saya keberatan, karena tidak dalam konteks harus dibahas di rapat pimpinan (menjadi keputusan pimpinan). Tapi, ternyata sifatnya hanya meneruskan, Pak Fadli kan sebagai pimpinan Korpolkam," kata Taufik.

(Baca juga: Taufik Keberatan Surat untuk KPK Disebut Atas Nama Pimpinan DPR

Insiden pengiriman surat tersebut ramai dikomentari oleh internal DPR. Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani menyayangkan adanya surat Novanto tersebut.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham memberikan keterangan pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (11/9/2017). Kedatangannya terkait Ketua DPR RI Setya Novanto yang tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham memberikan keterangan pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (11/9/2017). Kedatangannya terkait Ketua DPR RI Setya Novanto yang tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini.
Menurut Muzani, semestinya pengiriman surat tersebut harus dibahas melalui Rapat Badan Musyawarah (Bamus) terlebih dahulu. Sebab, kata Muzani, instiusi DPR mewakili seluruh pihak yang ada di dalamnya, yakni sepuluh partai yang memiliki kursi, bukan hanya kepentingan Ketua DPR.

Muzani pun menilai surat itu sebagai bentuk intervensi atas proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Ia juga menyayangkan sikap anggota fraksinya yang turut menandatangani surat tersebut.

Karena itu, ia berencana memanggil Fadli untuk meminta penjelasan.

"Saya mau menanyakan kepada Pak Fadli, 'Kenapa lo tulis surat kayak begituan?' Saya mau tanya," kata Muzani dengan nada kesal, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2017).

(Baca: Muzani: Saya Mau Tanya Fadli Zon, "Kenapa Elo Tulis Surat Kayak Begituan?")

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa. Desmond menilai surat tersebut sebagai bentuk intervensi hukum.

Desmond juga mengatakan yang bisa menghentikan proses hukum Novanto ialah pengadilan melalui hasil sidang praperadilan yang sedang berlangsung.

"Menurut saya surat itu enggak penting. Kenapa ke KPK? Kok Pimpinan DPR tak paham tujuannya, kok ke KPK. Yang bisa hentikan itu ranah pengadilan. Diteruskan atau tidak (proses hukum Novanto)," ucap politisi Partai Gerindra itu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari 'Dapil Neraka' Jakarta II

Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari "Dapil Neraka" Jakarta II

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com