JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy enggan mengomentari Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang baru saja diumumkan oleh Presiden Joko Widodo.
Ditemui usai pengumuman Perpres di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (6/8/2017), Muhadjir mengatakan, tidak mau banyak berkomentar karena tidak memiliki kewenangan.
Muhadjir justru meminta para jurnalis bertanya kepada Mensesneg Pratikno.
"Pak Mensesneg yang punya otoritas," kata Muhadjir.
Adapun, Perpres 87/2017 ini menggantikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 yang sebelumnya diterbitkan Muhadjir.
Baca: Ini Perbedaan Aturan Hari Sekolah pada Permendikbud dan Perpres
Permen tersebut ditolak oleh kalangan Nahdlatul Ulama karena mengatur waktu sekolah selama 5 hari dalam seminggu atau 8 jam dalam sehari.
Kebijakan sekolah 8 jam tersebut dianggap bisa mematikan sekolah madrasah diniyah yang jam belajarnya dimulai pada siang hari.
Saat terus didesak mengenai perbedaan antara Perpres dan Permen yang diterbitkannya, Muhadjir juga hanya menjawab singkat.
Ia meminta para jurnalis membaca dan membandingkan sendiri isi Perpres dan Permen tersebut.
"Kan belum baca Perpresnya. Nah nanti kalau sudah baca baru tanya ke saya," kata dia.
Baca: Jokowi Teken Perpres Pendidikan Karakter, Kewajiban Sekolah 8 Jam Dihapus
Setelah terus didesak, akhirnya Muhadjir menjawab salah satu perbedaan Perpres dan permen adalah terkait hari sekolah.
Pasal 9 Perpres mengatur waktu sekolah yang opsional. Setiap sekolah bisa memilih melaksanakan pembelajaran selama 5 hari atau 6 hari.
Tak ada lagi kewajiban sekolah 5 hari seminggu atau 8 jam sehari.
"Jadi sifatnya opsional. Jadi ada lima hari, ada enam hari," ujar dia.
Muhadjir mengatakan, dengan terbitnya Perpres ini, ia juga akan segera menerbitkan Permen baru yang sesuai dengan Perpres.