Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Lihat Isu Rohingya sebagai Konflik antara Islam dan Buddha

Kompas.com - 06/09/2017, 06:41 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kekerasan terhadap warga Rohingya oleh militer Myanmar menimbulkan kecaman dari berbagai negara, khususnya negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.

Aksi solidaritas digalang oleh berbagai elemen masyarakat. Mulai dari unjuk rasa di depan Kedubes Myanmar di Jakarta hingga penggalangan dana.

Namun, tidak dipungkiri ada upaya dari kelompok-kelompok tertentu di tengah masyarakat yang mencoba memanipulasi penderitaan etnis Rohingya untuk agenda politik domestik. Bahkan, kelompok-kelompok itu menyebarkan hoaks, mendiskreditkan pemerintah dan memupuk sentimen yang bisa menimbulkan konflik antarumat beragama.

Baca: Pemuda Muhammadiyah: Bela Rohingya ke Myanmar Hanya Perkeruh Suasana

Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengatakan, sebaiknya masyarakat tidak terjebak dalam melihat isu kekerasan terhadap warga Rohingya sebagai konflik antara Islam dan Buddha. Hal tersebut, menurut Yenny, justru akan menimbulkan polemik di dalam negeri.

"Wahid Foundation mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak terjebak dalam melihat konflik Rohingya sebagai konflik antara agama Islam dan Buddha. Apalagi sampai berujung pada sikap memusuhi komunitas atau penganut agama tertentu sebagai respons atas kejadian di Rohingya," ujar Yenny seperti dikutip dari keterangan pers Wahid Foundation, Selasa (5/9/2017).

Baca: Krisis Rohingya Diharapkan Tak Dimanfaatkan Jadi Narasi Kebencian

Yenny mengatakan, peristiwa yang dialami oleh warga Rohingya harus dilihat sebagai aksi kekerasan atas kemanusiaan. Pemerintah Myanmar, kata Yenny, harus segera menghentikan serangan militer terhadap warga Rohingya dan segera mengakuinya sebagai bagian yang terintegrasi dengan Myanmar.

Oleh sebab itu, dia memandang perlu ada upaya yang terintegrasi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam mencari penyelesaian yang substantif atas persoalan tersebut.

"Wahid Foundation meminta semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat sipil untuk bahu membahu menyatukan langkah guna mencari penyelesaian subtantif masalah Rohingnya," ujarnya.

Baca: Polri: Aksi Bela Rohingya di Borobudur Hanya Ramai di Media Sosial

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos. Menurut Bonar, pemerintah perlu mewaspadai kelompok-kelompok di dalam negeri yang mencoba memanfaatkan isu Rohingya untuk menciptakan konflik di Indonesia.

"Pemerintah perlu mewaspadai kelompok-kelompok ini dan mengambil langkah terukur demi menjaga stabilitas keamanan dan hubungan harmonis antarumat beragama," ujar Bonar.

Bonar mengatakan, warga Rohingya memang membutuhkan solidaritas kemanusiaan. Namun, masyarakat juga perlu mengetahui kondisi sosio historis di Myanmar dan memahami bahwa transisi demokrasi di Myanmar sangat pelik.

Dia menjelaskan, meski partai National League for Democracy (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi menang telak di pemilu, tetapi kekuasaan militer Myanmar masih sangat kuat dan dominan. Di sisi lain, kata Bonar muncul kelompok ekstrem yang berpaham nasionalisme sempit.

Baca: Aksi Bela Rohingya di Candi Borobudur Diganti Shalat Jumat Bersama

Berdasarkan catatan Human Rights Watch Group (HRWG), tim penasehat yang dibentuk oleh Aung San Suu Kyi dan Kofi Annan Foundation pernah menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah Rekomendasi itu terkait dengan diskriminasi, hak kewarganegaraan, maupun layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan bagi penduduk minoritas di negara bagian Rakhine.

Sayangnya, rekomendasi tersebut tidak direspons pihak militer. HRWG memandang, terdapat friksi yang cukup kuat di dalam Pemerintah Myanmar yang menyebabkan konflik dan kekerasan terus berlanjut.

"Aung San Suu Kyi terjepit di tengah dan harus bernegosiasi dengan kedua kekuatan itu, bukan hanya untuk masalah etnis Rohingya tetapi juga problem sosial politik lainnya di Myanmar," kata Bonar.

Menyerang pemerintah

Adanya kelompok-kelompok yang memanfaatkan isu Rohingya untuk kepentingan politik juga diakui oleh Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian. Tito menganggap, isu konflik Rohingya yang ramai di Indonesia bukan lagi mengangkat sisi kemanusiaan, melainkan digunakan untuk menyerang pemerintah.

"Dari hasil penelitian itu bahwa isu ini lebih banyak dikemas untuk digoreng untuk menyerang pemerintah. Dianggap lemah," ujar Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Tito mengacu pada perangkat lunak analisis opini di platform media sosial Twitter. Dari analisis tersebut, sebagian besar pembahasan mengenai Rohingya yang berkembang, dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya.

Baca: Diam atas Krisis Rohingya, Apakah Hadiah Nobel Suu Kyi Akan Dicabut?

"Artinya, isu ini lebih banyak digunakan untuk konsumsi dalam negeri, dalam rangka membakar sentimen masyarakat Islam di Indonesia untuk antipati kepada pemerintah. Ini gaya lama," kata Tito.

Tito mengatakan, cara-cara tersebut juga digunakan dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 untuk menyerang salah satu calon dan pemerintah.

"Sekarang ada isu baru yang kira-kira bisa dipakai untuk digoreng-goreng. Ini penelitian ini dari software opinion analysist," kata Tito.

Baca: Kawasan Candi Borobudur Steril dari Aksi Bela Rohingya

Munculnya sentimen keagamaan, kata Tito, justru makin jauh dari isu kemanusiaan. Komentar netizen yang mengkaitkan konflik Rohingya dengan pemerintah Indonesia lebih kuat ketimbang gerakan kemanusiaan untuk membantu.

Tito juga menganggap tak perlu ada aksi-aksi merespons konflik Rohingya. Sebab, pemerintah Indonesia juga sudah bergerak.

Masyarakat harus cerdas

Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto meminta masyarakat berpikir cerdas dan tidak emosi dalam menanggapi peristiwa kekerasan yang dialami warga Rohingya. Dia menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu berpolemik dan menimbulkan perselisihan dengan menggunakan isu kemanusiaan warga Rohingya.

"Nah (masyarakat) harus cerdas, bijak dan tidak emosi. Maka kemarin saya mendampingi Presiden untuk memberikan statement press nahwa kita sudah berbuat banyak untuk peristiwa kemanusiaan di Myanmar. Saya harapkan juga langsung reda. Tidak usak menjelek-jelekan bangsa sendiri dengan permasalahan di luar negeri," ujar Wiranto saat memberikan kuliah umum terkait program bela negara di Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat, Selasa (5/9/2017).

Wiranto memastikan penerintah tidak tinggal diam untuk merespons peristiwa kekerasan yang terjadi di Myanmar. Menurut dia, pemerintah mengimplementasikan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam melaksanakan ketertiban dunia.

"Pemerintah kita yang amanatnya bebas aktif ikut melaksanakan ketertiban dunia, pasti ada tindakan tapi tidak boleh gegabah," ucapnya.

Mantan Panglima ABRI itu juga sempat berkomentar terkait kabar adanya organisasi kemasyarakatan (ormas) yang akan mengirimkan ribuan anggotanya ke Myanmar. Ormas tersebut ingin menunjukkan rasa solidaritasnya terhadap warga Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang mengalami kekerasan.

Wiranto berpendapat bahwa aksi tersebut tidak perlu dilakukan dan meminta masyarakat tidak reaksioner dalam menanggapi isu Rohingya. Dia meminta masyarakat mendukung upaya diplomasi yang sedang dilakukan pemerintah kepada Myanmar.

"Indonesia kan punya aturan. Indonesia itu negara hukum punya pemerintahan. Tidak bisa satu kelompok masyarakat liar ke sana ke mari tanpa ada satu aturan yang harus dipatuhi dari negara ini," kata Wiranto.

Kompas TV Kelompok militan Rohingya terlibat pertempuran sengit dengan pasukan keamanan Myanmar di Rakhine.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Tepuk Tangan Bergema

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Tepuk Tangan Bergema

Nasional
Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian Akibat Stroke Capai 330 Ribu

Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian Akibat Stroke Capai 330 Ribu

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Nasional
KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

Nasional
PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

Nasional
Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Nasional
AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

Nasional
Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Nasional
Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Nasional
Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

Nasional
Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Nasional
Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Nasional
Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com