Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Mudah-Mudahan yang Terbaik untuk Patrialis

Kompas.com - 05/09/2017, 11:29 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) merasa prihatin atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Meskipun saat ini tidak lagi mengemban jabatan hakim konstitusi, namun Patrialis pernah menjadi bagian dari MK.

"Secara institusi, Pak Patrialis tidak ada hubungan lagi dengan MK, tetapi secara kemanusiaan, apapun ceritanya Pak Patrialis adalah bagian dari sejarah keberadaan MK," kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono, saat dihubungi, Selasa (5/9/2017).

 

(baca: Patrialis Akbar Divonis 8 Tahun Penjara)

Namun demikian, MK berharap putusan tersebut menjadi jalan terbaik bagi Patrialis.

"Apapun hasilnya, itulah proses pengadilan yang kita percayai telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Mudah-mudahan yang terbaik saja untuk Pak Patrialis," kata Fajar.

Lebih dari itu, lanjut Fajar, peristiwa yang terjadi pada Patrialis sedianya menjadi pelajaran bagi semua pihak, khusunya bagi para hakim konstitusi agar selalu menjaga integritas, hati-hati dalam bergaul dengan siapapun, dan setia pada kemurnian jabatan sekaligus sumpah jabatan yang diucapkan dengan menyebut nama Tuhan.

"Artinya, semua pikiran kata, dan perilaku dilihat sekaligus dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada rakyat, melainkan pertama-tama kepada Tuhan," kata Fajar.

 

(baca: Patrialis Akbar: Allah Berikan Saya Kesempatan untuk Bersihkan Diri)

Patrialis divonis delapan tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah uang suap yang ia terima, yakni Rp 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000.

Patrialis terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny.

(baca: Divonis 8 Tahun Penjara, Patrialis Minta Waktu Pikir-pikir kepada Hakim)

Patrialis dan orang dekatnya Kamaludin menerima Rp 50.000 dollar AS, dan Rp 4 juta. Keduanya juga dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar dari Basuki.

Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan pihak swasta bernama Kamaludin yang dikenal dekat dengan Patrialis Akbar.

Dalam penyerahan uang kepada Patrialis, kedua terdakwa juga melibatkan Kamaludin.

Patrialis terbukti melanggar Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kompas TV Mantan hakim MK, Patrialis Akbar menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum KPK. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com