JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan bahwa pihaknya mempersilakan Patrialis melakukan banding jika kurang puas dengan putusan hakim yang memutus perkaranya. KPK, kata Febri, akan siap menghadapi tuntutan banding yang diajukan Patrialis.
"Kalau ada terdakwa yg setelah divonis bersalah, atau hukumannya dengan jangka waktu tertentu. Kalau keberatan tentu bisa mengajukan upaya hukum lain seperti banding. Kami akan hadapi hal tersebut," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin malam (4/9/2017).
Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Patrialis juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan dan hukuman tambahan lainnya.
Ia pun masih pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak atas putusan tersebut.
(Baca: Patrialis Akbar dan Bui Bagi Si Peraih Satyalancana )
Lebih lanjut, Febri enggan mengomentari putusan hakim yang masih dibawah tuntutan jaksa lembaga anti-rasuah yakni 12,5 tahun penjara.
"Saya kira putusan sudah dijatuhkan hakim. Sikap KPK tentu dilihat dari tuntutan yg kita ajukan," tutup Febri.
Diketahui, Hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Patrialis berupa uang pengganti sebesar 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang diterima mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
(Baca: Patrialis Akbar: Allah Berikan Saya Kesempatan untuk Bersihkan Diri)
Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan putusan. Salah satunya, hakim mempertimbangkan latar belakang Patrialis yang pernah menjabat di beberapa bidang pemerintahan.
Patrialis memang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Patrialis terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny. Patrialis menerima Rp 10.000 dollar AS, dan Rp 4 juta.
Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.