Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Aung San Suu Kyi Tak Pantas Terima Nobel Perdamaian

Kompas.com - 01/09/2017, 12:06 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

TERKAIT konflik Rohingya di Myanmar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berpendapat Aung San Suu Kyi—tokoh Myanmar—tak layak menjadi penerima Nobel Perdamaian. Suu Kyi adalah penerima penghargaan itu pada 1991.

“Dia tak memperjuangkan nilai kemanusiaan, tapi hanya memperjuangkan dirinya sendiri,” kecam Jimly, Jumat (1/9/2017), seusai menjadi khatib shalat Idul Adha di Masjid Al Azhar, Jakarta.

Panitia Nobel dalam situsnya menyatakan, Suu Kyi menerima Nobel Perdamaian karena perjuangan anti-kekerasan untuk demokrasi dan hak asasi manusia.

“Dia itu produk sistem feodal, anak dari perdana menteri pertama (Myanmar), anak pendiri negara, bukan karena (capaian) dirinya,” imbuh Jimly.

(Baca juga: Komisi I: Pemerintah Perlu Desak Hentikan Kekerasan Rohingya)

Kecaman terhadap sikap Suu Kyi atas konflik Rohingya di Myanmar terus berdatangan pula dari banyak tokoh, baik di Myanmar maupun global.

The Guardian pada edisi 30 Desember 2016 memuat artikel kecaman lebih dari selusin penerima Nobel terhadap Suu Kyi.

Harian ini pun menyertakan hyperlink surat terbuka para penerima aneka Nobel tersebut yang terhubung ke halaman Facebook Muhammad Yunus—penerima Nobel Perdamaian 2006.

Di situs pengumpulan dukungan Change, misalnya, juga sudah muncul ajakan untuk meminta pencabutan Nobel Perdamaian dari Suu Kyi, yang diinisiasi oleh Emerson Yuntho.

Ajak umat Buddha peduli Rohingya

Selain mengecam sikap Suu Kyi yang tak berpihak pada nasib Rohingya di Myanmar, Jimly juga meyerukan ajakan kepada umat Buddha untuk peduli pada suku Rohingya. Ajakan ini dia serukan baik kepada umat Buddha di Indonesia maupun dunia.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Gambar diambil pada Jumat (1/9/2017)KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Gambar diambil pada Jumat (1/9/2017)

“Mudah-mudahan kalau tokoh Buddhis di Indonesia bisa bantu perjuangkan, Rohingya tak akan terlalu dizalimi,” harap Jimly.

Menurut Jimly, kepedulian umat Buddha terhadap Rohingya akan memberikan dampak yang lebih efektif. Sebagai catatan, sensus penduduk Myanmar pada 2014 mencatat, 87,9 persen warganya memeluk agama Buddha.

“Dunia dan Asia pada umumnya yang banyak penduduk Buddhis-nya, kita imbau tunjukkan semangat toleransi, semangat kemanusiaan. Kalau mereka yang tampil membela Rohingya, itu akan jauh lebih efektif,” ungkap Jimly.

(Baca juga: Kecam Kekerasan terhadap Rohingya, Wihara Mendut Tolak Kedatangan Aung San Suu Kyi)

Terkait laporan yang diterbitkan The Advisory Commission on Rakhine State—melibatkan Kofi Annan, mantan Sekjen PBB—, Jimly melihatnya sebagai sebuah solusi. Namun, kata dia, usaha lain yang bersifat kultural juga tetap harus dilakukan, termasuk upaya menggerakkan tokoh-tokoh umat Buddha.

“Tokoh-tokoh Buddhis ini juga perlu. Dampaknya nanti juga komunikasi politik di dalam negeri. Jadi, Indonesia melindungi orang Buddhis di sini juga wajar, saling lindung-melindungi,” kata Jimly.

(Baca juga: Kekerasan terhadap Rohingya, Menlu Telepon Penasihat Keamanan Myanmar)

Adapun soal sikap Indonesia, Jimly berpendapat  sudah seharusnya bersuara lantang. Terlebih lagi, Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN.

Siapa Rohingya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com