JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui juru bicaranya, Febri Diansyah, menyatakan, kritikan Ketua Komisi III DPR RI terkait kinerja KPK merupakan bentuk perhatian terhadap lembaga anti-rasuah itu.
"Kami percaya secara kelembagaan Komisi III DPR bersedia mendukung kerja-kerja KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi," kata Febri di Jakarta, Minggu (27/8/2017), saat menanggapi kritikan DPR soal kinerja KPK yang dinilai kurang berani.
KPK juga berharap bisa mendapat dukungan dari DPR dalam penuntasan kasus yang ditangani, seperti kasus e-KTP dan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Febri mengatakan, saat ini KPK sedang menangani sejumlah kasus besar, antara lain kasus e-KTP dan kasus BLBI itu. Menurut Febri, pada kasus e-KTP, yang diduga telah merugikan negara Rp 2,3 triliun, KPK sudah memproses sekitar enam orang tersangka.
"Termasuk (tersangka dari) sejumlah anggota DPR, birokrasi di level tertinggi di Kementerian, dan swasta. Bahkan kasus ini masih terus berjalan," kata Febri dalam keterangan tertulisnya.
Febri menyatakan, besar kecilnya sebuah kasus dapat dilihat dari berbagai aspek. Misalnya, dari aspek nilai kerugian dan suapnya, level aktor pelaku korupsi, hingga akibat korupsi itu secara langsung bagi masyarakat.
Pada kasus E-KTP misalnya, KPK memandang kasus itu terkait langsung dengan kepentingan seluruh warga negara Indonesia yang menurut undang-undang wajib memiliki tanda pengenal serta soal administrasi kependudukan.
Kasus-kasus lain selain e-KTP, KPK juga secara serius menanganinya. Bahkan, lanjut Febri, kasus BLBI, yang selama ini sulit diungkap, juga sedang tangani.
Ia menjelaskan, dalam menjalankan kewenangannya KPK berpatokan pada UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, misalnya di Pasal 11.
"Di Pasal 11 tersebut diatur kewenangan KPK untuk memproses penyelenggara negara atau penegak hukum, kerugian negara di atas Rp 1 miliar dan atau menarik perhatian publik. Jadi itulah yang menjadi panduan bagi KPK," ujar Febri.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, mengkritik KPK karena kurang berani dibanding dengan lembaga pemberantasan korupsi di negara lain.
Bambang mengatakan, kinerja pemberantasan korupsi di Korea Selatan dan Thailand layak jadi contoh pembelajaran bagi KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung di Tanah Air dalam menumpas korupsi.
"Peristiwa di Korsel dan Thailand menggambarkan kinerja pemberantasan korupsi yang sangat inspiratif. Pisau hukum di Korsel dan Thailand tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga sangat tajam ke atas," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Minggu.
"Mampu menyentuh Presiden dan Perdana Menteri yang sedang menjabat, serta juga berani menyeret orang kaya-raya seperti si pewaris kerajaan bisnis Samsung," lanjutnya.
Baca: KPK Harusnya Tiru Pemberantasan Korupsi di Korsel dan Thailand...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.