JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis enam hasil evaluasi kerja panitia khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR RI. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz memaparkannya di kantor sekretariat ICW Jalan Kalibata Timur IV D, Nomor 6 Jakarta Selatan, Minggu (27/8/2017).
Pertama, dari 16 aktivitas pansus selama bekerja. Sebanyak 12 aktivitas itu dianggap tidak relevan dengan tujuan pansus yang disampaikan dalam Paripurna. Antara lain, kunjungan ke Kepolisian dan Kejaksaan untuk menggalang dukungan, kunjungan ke penjara Sukamiskin dan kunjungan ke safe house KPK.
"Aktivitas yang tidak relevan itu patut diduga dilakukan untuk mencari-cari kesalahan KPK. Paling fatal adalah mengunjungi penjara Sukamiskin dan mewawancarai para koruptor," kata Donal.
Kedua, pansus sejak awal patut diduga sudah memilih ahli yang cenderung mendukung kerjanya untuk memperkuat keberadaan pansus. Sebab, dari lima ahli yang diundang pansus, empat ahli diantaranya terkesan mendukung dan menguntungkan pansus. Seperti, Yusril Ihza Mahendra, Zain Badjeber, Muhammad Sholehuddin, dan Romli Atmasasmita.
"Sedangkan keahlian yang disampaikan Mahfud MD terkesan diabaikan oleh Pansus meski juga diundang dimintai pandangan, lantaran mempersoalkan pansus," ujarnya.
Baca juga: Johan Budi: Pak Fahri Itu Anggota Pansus KPK Bukan?
Ketiga, pansus lebih banyak melakukan kunjungan-kunjungan "politis" dan tidak relevan. Misalnya mengunjungi BPK, Kepolisian, Kejaksaan Agung, penjara Sukamiskin, dan safe house KPK.
"Dari enam kali kunjungan, hanya dua kunjungan yang relevan dengan materi angket. Sisanya kunjungan penggalangan dukungan dan upaya mencari kesalahan KPK di luar materi angket yang jelas tidak relevan," ucapnya.
Keempat lanjut dia, sejumlah anggota pansus diduga dengan sengaja menebar hoaks yang menyasar lembaga anti rasuah. Di antaranya menuding KPK memiliki rumah sekap, KPK adalah lembaga superbody, dan tudingan bahwa KPK menggunakan jet pribadi saat menyidik kasus suap di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kelima, enam saksi yang dipilih pansus untuk dimintai keterangan tak relevan. Sebab, sejak awal saksi-saksi tersebut sudah bermasalah dengan KPK.
Enam kelompok saksi itu narapidana di penjara Sukamiskin, Yulianis, Muhtar Effendi, Miko Panji Tirtayasa, korban kasus burung walet, dan mantan hakim Syarifuddin Umar yang pernah menjadi "pasien" KPK.
"Pemilihan saksi-saksi ini menguatkan tujuan pansus untuk mencari-cari kesalahan KPK. Karena tiga orang saksi adalah terpidana kasus korupsi. Pertanyaan pansus dan pernyataan saksi juga tidak sesuai dengan objek materi angket," kata Donal.
Temuan terakhir, yakni temuan keenam, pansus kerap menebar ancaman kepada KPK. Ancaman itu salah satunya untuk membekukan anggaran bagi Polri dan KPK untuk tahun anggaran 2018.
"Ada juga desakan mengganti Jubir KPK. Juga ancaman revisi Undang-Undang KPK, usai pansus mengumumkan 11 temuan sementaranya terhadap KPK," sebut Donal.