Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hoaks Jadi Ladang Bisnis karena Situasi Politik yang Memungkinkan

Kompas.com - 26/08/2017, 14:05 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota komisi II DPR RI dari fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai, hidup dan berkembangnya kabar bohong atau hoaks berkaitan dengan situasi politik nasional. Hoaks akhirnya menjadi ladang bisnis akibat situasi politik yang memungkinkan. 

Ia menjelaskan, perkembangan teknologi dan media sosial masuk ke Indonesia secara masif sejak beberapa tahun lalu dan merupakan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Dari situ, terjadi perubahan pola konsumsi terhadap teknologi informasi pada masyarakat.

"Perubahan pola konsumsi terhadap media, teknologi infornasi membuat masyarakat kita mengalami satu perubahan dahsyat," kata Ace dalam diskusi bertajuk "Bisnis dan Politik Hoax?" di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2017).

Kemudian, lanjut Ace, ada pihak-pihak yang berupaya mengambil keuntungan. Keadaan ini dilihat sebagai celah atau peluang bisnis. Di sisi lain, ada juga pihak yang "membutuhkan" pihak tersebut untuk melancarkan kepetingannya.

Baca juga: Komite Fact Checker Mafindo Sebut Saracen Main "Dua Kaki"

"Dia (hoaks) tiidak lahir sendiri tapi, kebutuhan masyarakat yang memungkinkan tumbuh subur di Indonesia," kata dia. Menurut Ace, penyebaran kabar hoaks terasa masif terjadi pada 2014.

Untuk diketahui pada saat itu tengah digelar pemilihan umum. Oleh karena itu, menurut Ace, hidup dan berkembangnya kabar hoaks tidak bisa dilepaskan dari situasi politik nasional

"Fenomena yang terjadi bersamaan dengan proses politik di Indonesia yang mungkin saya kira mulainya 2014," kata Ace.

Seperti diberitakan, polisi kembali membongkar bisnis penyebaran kebencian berkonten SARA yang dilakukan oleh kelompok Saracen. Sejak November 2015, kelompok ini menyebar berita SARA dan hoaks melalui Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, dan situs Saracennews.com.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun. Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.

Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi. Bareskrim Polri hingga saat ini masih menelusuri orang-orang yang terlibat dalam kelompok Saracen.

"Masih terus didalami apakah (kepengurusannya) hanya karangan JAS (tersangka) atau ada faktor lainnya," ujar Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding berharap penelusuran terkait kelompok penyebar konten ujaran kebencian dan SARA tidak berhenti pada kelompok Saracen. Menurut dia masih ada kelompok-kelompok serupa yang hingga saat ini masih berkegiatan.

"Jangan cuma itu yang dicari. Saya yakin masih ada yang lain," kata Karding saat menghadiri gelaran Nikah Masal bertajuk "PKB Mantu" di Gedung Pegadaian Pusat disebelah Kantor PBNU, Jalan Keramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (25/8/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com