Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Penyebar Hoaks, Pemerintah Perlu Siapkan Strategi Makro

Kompas.com - 25/08/2017, 18:52 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta meminta pemerintah menyiapkan strategi makro menghadapi kelompok penyebar hoaks seperti Saracen.

Jika tidak, maka langkah pemerintah akan terhenti pada penangkapan pelaku tanpa membentengi masyarakat yang menjadi korban. Dengan demikian, hoaks akan terus bermunculan.

"Pertama, secara serius melakukan edukasi kepada masyarakat sehingga lebih melek media sosial dan internet sehingga mampu menggunakannya dengan bijak dan produktif," kata Sukamta melalui keterangan tertulis, Jumat (25/8/2017).

Ia menyatakan upaya edukasi ini secara masif dapat dilakukan dengan melibatkan dunia pendidikan, institusi keagamaan, dan organisasi masyarakat.

Sukamta menambahkan saat ini negara memiliki Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk melakukan tata kelola konten termasuk menindak kejahatan siber.

 

(Baca: Eggi Sudjana Heran Namanya Dicatut sebagai Dewan Penasihat Saracen)

Namun, ia menilai spirit perubahan Undang-Undang ITE belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena peraturan-peraturan di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), dan selainnya belum lengkap.

Maka dari itu, dia meminta pemerintah segera menyiapkannya agar pemberantasan konten negatif di dunia maya dapat berjalan dengan pedoman yang jelas dan terarah.

Ia menuturkan upaya pemerintah yang sedang merevisi PP Nomor 82 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik perlu diapresiasi. Tetapi, DPR sejak awal juga mendesak pemerintah agar segera membuat peraturan-peraturan yang merupakan amanat UU ITE yang lain, termasuk soal pemblokiran sistem elektronik yang mengandung konten negatif yang hingga kini juga belum ada PP-nya.

Ketiga, ia menilai pemerintah perlu membuat aturan yang dapat mengikat kepada provider dan penyedia layanan media sosial untuk melakukan filter terhadap konten negatif dan hoaks. Dalam hal ini pemerintah perlu membuat tim panel yang melibatkan MUI, tokoh agama, akademisi, dan ahli teknologi informasi sebagai tim yang dapat memberikan masukan.

 

(Baca: Grup Saracen Sebar Konten SARA Berdasarkan Pesanan, Tarifnya Puluhan Juta Rupiah)

"Keberadaan tim panel ini penting untuk menghindarkan pemerintah melakukan penafsiran secara tunggal," lanjut Sekretaris PKS itu.

Sebelumnya, polisi kembali membongkar bisnis penyebaran kebencian berkonten SARA yang dilakukan oleh kelompok Saracen. Sejak November 2015, kelompok ini menyebar berita SARA dan hoaks melalui Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, dan situs Saracennews.com.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.

Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi. Bareskrim Polri hingga saat ini masih menelusuri orang-orang yang terlibat dalam kelompok Saracen.

"Masih terus didalami apakah (kepengurusannya) hanya karangan JAS (tersangka) atau ada faktor lainnya," ujar Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

Kompas TV Genderang Perang Lawan Hoaks di Medsos (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com