JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan pengelolaan dana haji oleh pemerintah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Pemohon adalah Muhammad Soleh, warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai advokat.
Ditemui sebelum menjalani sidang panel atau sidang pemeriksaan pendahuluan berkas permohonan uji materi, Soleh menjelaskan, secara spesifik ia menggugat Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat 2, Pasal 48 ayat 1.
Menurut dia, telah terjadi pelanggaran hak konstitusional atas berlakunya pasal tersebut karena sewenang-wenang memberikan mandat kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menggunakan dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk investasi.
Baca: Dana Haji Dikhawatirkan untuk Tambal Utang Pembangunan Infrastruktur
Padahal, Pemohon tidak pernah memberikan mandat tersebut.
"Saya sebagai pemohon waktu itu membayar (DP/duit pertama) Rp 20 juta sebelum ketentuan Rp 25 juta adalah untuk daftar tunggu jemaah haji. Tidak ada mandat apa pun agar dana itu supaya bisa dikelola," kata Soleh di Gedung MK, Rabu (23/7/2018).
Selain itu, ia menilai, pembuat UU telah salah menafsirkan makna investasi yang penuh kehati-hatian dengan prinsip syariah yang menguntungkan.
Sebab, investasi dalam bentuk apapun mengandung risiko kerugian.
Tidak hanya itu, menurut Soleh, dengan berlakunya pasal tersebut maka membuka celah bagi pemerintah memainkan jumlah setoran awal BPIH, sehingga terjadi penumpukan dana.
Dengan demikian, BPKH dapat mengelola dana BPIH para calon jemaah haji.
"Ini akal-akalan pemerintah supaya dana itu 'ngendon'. Pemerintah tahu antusiasme masyarakat kita sangat kuat terhadap haji," kata dia.
Ia meminta MK membatalkan berlakunya pasal tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.