JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan penyerahan uang Rp 100 juta kepada mantan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin merupakan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung.
Uang itu diberikan KPK setelah Syarifuddin memenangkan gugatan perdata terhadap KPK.
Gugatan diajukan Syarifuddin karena perbedaan pendapat soal barang bukti yang disita KPK pada kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menjeratnya.
Syarifuddin merupakan terpidana dalam kasus suap yang ditangkap KPK pada 2011 lalu.
"Terdapat perbedaan pendapat terkait bukti lain yang disita saat OTT. Oleh karena itulah, pihak terdakwa mengajukan gugatan perdata," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, melalui keterangan tertulis, Senin (21/8/2017).
Baca: Kalah Kasasi, KPK Beri Ganti Rugi Rp 100 Juta ke Mantan Hakim Syarifuddin
Febri menyatakan, saat melawan gugatan perdata Syarifuddin, KPK telah berupaya maksimal.
KPK berpandangan, seharusnya upaya hukum terhadap penggeledahan ataupun penyitaan ada di ranah praperadilan, bukan perdata.
"Namun hakim berpandangan berbeda, dan sebagai penegak hukum tentu kami wajib hormati putusan pengadilan," ujar Febri.
Untuk melaksanakan putusan pada perkara pokok, lanjut Febri, KPK sudah mengembalikan sejumlah bukti yang pernah disita.
KPK juga sudah menitipkan Rp 100 juta tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak Desember 2016, setelah MA menjatuhkan vonis di tingkat PK.
Baca: Merasa Dikriminalisasi KPK, Mantan Hakim Syarifuddin Akan Temui Pansus
Hari ini merupakan penyerahan uang Rp 100 juta itu terhadap yang bersangkutan.
Febri mengatakan, proses ini dapat menjadi pelajaran agar keberatan dari proses hukum diselesaikan melalui jalur hukum yang dapat dipertanggungjawabkan, dan bukan ditarik ke proses politik.
"KPK menghormati hasil dari proses hukum tersebut meskipun sejak awal terdapat perbedaan pandangan terkait materi perkara," ujar Febri.
Sebelumnya, MA memutuskan uang yang disita KPK dari kediaman Syarifuddin ada yang tidak berkaitan dengan perkara Syarifuddin yang ditangani KPK.
Pada 2012, Syarifuddin divonis empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
Dia dianggap terbukti menerima suap dari kurator PT Skycamping Indonesia, Puguh Wirawan, sebesar Rp 250 juta.
Sebelum divonis, Syarifuddin mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.