JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute mencatat ada dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap sebagai kemunduran pada bidang hukum, dalam setahun terakhir.
Keduanya terkait uji materi yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto.
"Putusan uji materi juga jadi panggung Setya Novanto. Ada tone negatif, di mana putusan MK menunjukan kemunduran HAM dan rule of law," ujar Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani di Kantor Setara, Kebayoran, Jakarta, Minggu (20/8/2017).
Pertama, Setya Novanto mengajukan uji materi terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
Hal itu diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam undang-undang, disebutkan bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan sah.
Menurut Ismail, dengan dikabulkannya permohonan Novanto, rekaman yang dilakukan setiap orang tidak dapat dijadikan alat bukti dalam suatu proses hukum.
Selain itu, MK juga mengabulkan seluruh gugatan uji materi terkait penafsiran "pemufakatan jahat" yang diajukan Setya Novanto.
Uji materi terhadap Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Padahal memperdagangkan pengaruh itu bisa dipidana. Tapi menurut MK, permufakatan jahat hanya apabila orang-orang yang melakukan mempunyai kemampuan yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana," kata Ismail.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.