Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Pertemuan AHY-Jokowi, Langkah Awal Koalisi Strategis?

Kompas.com - 15/08/2017, 07:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Memang sempat muncul pandangan di sebagian kalangan bahwa pemerintahan saat ini cenderung tidak demokratis, kurang terbuka terhadap pemikiran yang berbeda, maupun ormas yang bersimpangan jalan dengan pemerintah. Salah satunya ditunjukkan melalui penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas, 10 Juli 2017 lalu.

Hal ini coba ditepis dengan menerima AHY, putra sulung dari pemimpin parpol kubu non pendukung pemerintah yang sering bersuara keras terhadap pemerintahannya.

Dengan menerima AHY di Istana pula, memberikan pesan tidak langsung bahwa Jokowi terbuka untuk menjalin komunikasi lebih lanjut dengan Poros Cikeas.

Istana seakan-akan memberikan sinyal siap untuk kemungkinan-kemungkinan lain, bahkan hubungan lebih dalam dengan Cikeas. Seakan Istana memberikan opsi baru bagi SBY, lebih menguntungkan merapat ke Istana, atau ke Hambalang.

Kondisi ini bisa menjadi duri dalam daging bagi kerja sama dan komunikasi lebih intens yang sedang coba digagas oleh Partai Demokrat dan Partai Gerindra.

Jika SBY ataupun Prabowo tidak tepat meresponsnya, kerja sama dan komunikasi antara poros Cikeas dan Hambalang bakal bubar prematur.

Keberadaan Gibran, anak sulung Jokowi, dalam pertemuan Jokowi-AHY merupakan berkah bagi Jokowi dalam memaksimalkan pertemuan Jokowi-AHY.

Pertemuan berjalan lebih cair dan lebih akrab. Hal ini bisa membantu menurunkan ketegangan politik antarkubu parpol pendukung pemerintah dan kubu parpol nonpemerintah akibat perbedaan pendapat dalam merespon beberapa isu nasional akhir-akhir ini.

Dengan kata lain, jamuan nasi goreng SBY kepada Prabowo yang terasa pedas bagi pemerintah, coba diredam dengan jamuan gudeg dan bubur lemu Gibran kepada AHY.

Dengan keberadaan Gibran pula, Jokowi seakan-akan berusaha mengingatkan AHY bahwa posisi AHY saat ini adalah seorang anak Presiden (keenam Republik Indonesia). Berbeda tingkatan dengan Jokowi selaku presiden, jika AHY tidak mau disamakan dengan Gibran sebagai sesama anak presiden.

Untuk itu, AHY masih perlu waktu dan berproses untuk menjadi seorang calon Presiden, atau dengan kata lain, masih perlu waktu menjadi penantang Jokowi.

Pertanda koalisi?

Pola kepemimpinan Jokowi selama hampir tiga tahun ini, yang cenderung berusaha mendapatkan dukungan politik sebesar mungkin, menutup celah bagi lawan politik untuk bergerak, bahkan jika perlu dengan cara merekrutnya, membuat peluang Partai Demokrat terbuka untuk masuk ke dalam pemerintahan. Apalagi berkaitan dengan desas-desus reshuffle yang menguat akhir-akhir ini.

Kursi menteri untuk AHY tentunya menjanjikan karier politik jalur cepat bagi seorang AHY. Kesempatan untuk membuktikan kapasitas kepemimpinannya di kursi menteri bakal mendekatkan AHY ke jenjang kepemimpinan nasional selanjutnya.

Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, salah satu posisi paling panas saat ini, yaitu kursi wakil presiden bagi Jokowi periode 2019-2024, bisa menjadi milik AHY jika memang kongsi politik Jokowi dengan Partai Demokrat berjalan lancar jelang 2019 ini.

Figur muda, cerdas, pekerja keras, dan tegas yang melekat di AHY bakal memperluas segmen calon pemilih Jokowi di Pilpres 2019.

Dengan bergabungnya Partai Demokrat ke dalam pemerintahan, maka Jokowi bisa berhasil mengatasi dua masalah. Pertama, kekuatan rival politik terkuatnya saat ini, yaitu Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, bakal terbatas. Tidak ada lagi dukungan ataupun kerjasama dengan Partai Demokrat. Riak-riak di parlemen bakal jauh berkurang.

Jokowi bakal menutup kepemimpinannya di lima tahun pertama dengan mulus, bahkan mungkin meneruskannya sampai dengan periode kedua. Dengan hanya Partai Gerindra dan PKS, serta mungkin PAN, mengusung Prabowo di 2019, tanpa adanya tokoh alternatif, sebenarnya peluang Jokowi untuk melanjutkan pemerintahan ke periode kedua semakin membesar.

Kedua, Jokowi bisa meminimalisasi tekanan dari parpol-parpol pendukung pemerintah saat ini. Dengan keberadaan poros Cikeas di dalam pemerintahan, parpol lainnya yang cenderung bandel bakal berpikir ulang.

Tekanan dari parpol pendukung tertentu, baik untuk kursi menteri, kebijakan-kebijakan pemerintahan, maupun posisi wapres di 2019-2024, bakal berkurang karena sekarang Jokowi sudah punya Partai Demokrat.

Suara nasional cukup signifikan (posisi 4 besar di 2014), memiliki patron politik yang kuat, dan cenderung mementingkan harmoni dalam kerja politik, membuat Partai Demokrat bakal memiliki tempat tersendiri dalam koalisi parpol pendukung Jokowi.

Hanya, ada kendala psikologis yang harus ditembus oleh Jokowi. Patron politik terkuat di koalisi parpol pendukung pemerintahan saat ini, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memiliki pengalaman kurang baik dengan SBY, selaku pendiri dan ketua umum Partai Demokrat saat ini.

Hubungan kedua belah pihak, sejauh ini masih berjalan datar, bahkan bisa dikatakan tidak harmonis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com