JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan WNI simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang kembali dari Suriah ke Indonesia perlu dipantau keberadaannya.
Menurut dia, hal itu perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran paham radikalisme yang diperoleh mereka dari ISIS. Karena itu, ia menginstruksikan bupati, wali kota, dan camat setempat untuk memantau tempat tinggal dan aktivitas mereka sekembalinya ke Indonesia.
"Saya minta kepada bupati, camat, jemput mereka. Pastikan mereka pulang ke daerahnya, alamatnya di mana, supaya dia bisa termonitor perkembangan selanjutnya, itu aja. Jadi mereka kalau mau pulang enggak bisa kita tolak, tapi ya kita pantau," ujar Tjahjo di Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8/2017).
Baca juga: 17 WNI yang Bergabung dengan ISIS Diserahkan ke Indonesia
Ia juga meminta agar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terlibat aktif dalam pemantauan aktivitas para WNI simpatisan ISIS tersebut.
Selain itu, menurut Tjahjo, BNPT juga perlu meninjau pemahaman radikalisme para WNI tersebut dan lantas melakukan deradikalisasi agar mereka tak menyebarkan paham radikal kepada masyarakat di sekitar mereka tinggal.
"Makanya BNPT begitu pulang langsung didoktrin dulu. Mereka dulu pergi dicuci otak. Mereka pulang ya kita cuci otaknya lagi," lanjut Tjahjo.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan, saat ini masih ada 17 warga negara Indonesia (WNI) masih berada di dua kamp penampungan, yakni di Ain Issa dan Kobane.
Sebelumnya, mereka berada di wilayah yang dikuasai oleh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Baca juga: Kisah Duka Keluarga Indonesia Simpatisan ISIS di Suriah...
"Kami sudah ada komunikasi dengan 17 WNI itu. Mereka saat ini ada di dua kamp pengungsian di Suriah, di Ain Issa dan di Kobane. Sebanyak 13 orang ada di Ain Issa dan empat orang di Kobane," ujar Iqbal, saat memberikan keterangan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2017).