Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto Heran Penembakan di Deiyai Diberitakan sebagai Pelanggaran HAM

Kompas.com - 11/08/2017, 21:07 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menilai bahwa peristiwa penembakan warga sipil di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, pada Selasa (1/8/2017) bukan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Menurut Wiranto, penembakan itu merupakan pidana umum atau kriminal yang telah diproses secara hukum oleh aparat hukum berwenang.

Peristiwa tersebut menyebabkan salah satu warga korban penembakan, Yulius Pigai meninggal dunia.

Wiranto pun mengaku heran saat sebuah media asing menulisnya sebagai sebuah pelanggaran berat HAM.

"Ini baru saja (terjadi) di Deiyai, langsung Washington Post menulis terjadi pelanggaran HAM berat. Ada yang menganggap pelanggaran HAM berat, padahal itu kriminal, tindak pidana biasa. Yang menembak itu dihukum, selesai sebenarnya," ujar Wiranto di gedung Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, Jumat (11/8/2017).

Menurut Wiranto, berdasarkan kronologi, maka peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

"Karena ada orang tenggelam minta tolong, enggak ditolong (perusahaan di dekat lokasi) kemudian mati. warga mengamuk. Polisi datang melerai, kemudian polisi diserang dan menembak," tutur Wiranto.

Menurut Wiranto, sebuah peristiwa bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat HAM jika memenuhi beberapa syarat yang diatur dalam undang-undang.

Peraturan tersebut yakni adanya perencanaan yang tersistematis, adanya upaya untuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, penculikan, pembakaran secara meluas dan adanya kelanjutan dari kebijakan negara.

"Saya kira cukup rumit yang dianggap sebagai pelanggaran HAM berat. Itu harus memenuhi syarat yang sangat ketat agar tidak disalahgunakan, agar tidak disalahartikan, agar tidak jadi alat politik," ucap Wiranto.

Selain itu, Wiranto juga beranggapan bahwa kerap kali peristiwa kekerasan, SARA dan isu pelanggaran HAM di Papua dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu.

Oleh karena itu, kata Wiranto, pemerintah akan menyosialisasikan pengertian pelanggaran HAM secara luas kepada masyarakarat.

"Itu (kasus Deiyai) kan enggak direncanakan, enggak ada genosida, enggak ada crimes against humanity, bukan kelanjutan dari kebijakan negara, tapi dikembangkan seperti itu. Karena ada politik, bahwa ada gerakan Papua Merdeka itu, kemudian ketidakadilan, satu lagi masalah perbedaan ras. Terus digembar-gemborkan. Saya hadapi itu sekarang," tutur Wiranto.

"Untuk itu kita bicara bagaimana ke depan masalah HAM perlu sosialisasi. Kan pelanggaran HAM berat beda dengan pelanggaran HAM biasa, beda dengan kriminal biasa. Supaya ke depan nanti tidak ada kerancuan masalah ini," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia Usman Hamid mendesak kepolisian segera melakukan investigasi atas dugaan penggunaan kekuatan yang mematikan dan senjata api dalam kasus penembakan warga di Kabupaten Deiyai.

Investigasi tersebut bertujuan untuk membuktikan apakah penggunaan senjata api sudah sesuai dengan prosedur dan jenis peluru yang digunakan oleh aparat Brimob.

(Baca: Penembakan di Deiyai, Amnesty Minta Investigasi Penggunaan Senjata Api)

Usman menjelaskan, dalam kondisi yang berbahaya dan kompleks di lapangan, polisi diizinkan menggunakan senjata api. Namun, penggunaan kekuatan harus sesuai dengan hukum, standar internasional dan tujuan penegakan hukum yang sah.

Aparat hukum, lanjut Usman, tidak boleh menggunakan senjata api kecuali sebagai upaya membela diri yang bisa menyebabkan cedera serius dan kematian.

Kompas TV Menko Polhukam Wiranto menggelar rapat koordinasi di Manado, Sulawesi Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com