JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkirakan dibutuhkan sekitar tiga juta kotak suara untuk penyelenggaran Pemilu 2019.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, Undang-Undang Pemilu mengatur ada 500 pemilih terdaftar di tiap satu Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jika sesuai regulasinya, perkiraan KPU jumlah kotak suara yang dibutuhkan sebanyak 2,8 juta.
"Tetapi kan riil di lapangan beda-beda, ada yang 500, 450, 400. Kepulauan Seribu DKI saja ada yang 200. Jadi sekitar 3 jutaan lah kotak suaranya," kata Arief di Jakarta, Senin (7/8/2017).
Saat ini KPU telah memiliki delapan alternatif kotak suara, berbahan dasar karton dan plastik. Arief mengatakan, harga kotak suara berbahan dasar karton sebesar Rp 100.000.
Dia menambahkan, jika ditambah ongkos distribusinya bisa mencapai Rp 200.000. Sedangkan harga kotak suara berbahan dasar plastik bisa dua kali lipat dari bahan karton, belum termasuk distribusinya.
(Baca: Ada Koreksi pada Lampiran, Pemerintah Kembalikan Draf UU Pemilu ke DPR)
Dengan perkiraan kebutuhan tiga juta dan asumsi menggunakan kotak suara karton, maka anggaran yang perlu dikucurkan mencapai Rp 600 miliar.
"Tetapi KPU masih punya 1,8 juta kotak suara yang masih bisa dipergunakan sampai akhir Desember," kata Arief.
Kotak suara yang tersisa itu berbahan dasar aluminium dan sudah terdistribusi di beberapa provinsi. Arief mengatakan, pihaknya belum tahu apakah kotak suara sisa ini masih bisa digunakan lagi dan perlu dimodifikasi atau tidak.
"Kalau pemahaman pembuat UU tidak bisa dipakai dan harus ganti semua, ya kami ganti. Tetapi KPU sudah mencermati, uangnya itu cukup besar kalau harus diproduksi baru semua," kata dia.
Namun, Arief juga belum memiliki kalkulasi berapa kebutuhan anggaran untuk memodifikasi 1,8 juta kotak suara itu apabila ingin tetap dipergunakan.
"Kalau modifikasi itu biayanya mahal juga. Ya, kami sampaikan ke pembuat Undang-undang," kata dia.