JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo diminta mundur dari jabatannya. Sebagai pimpinan kejaksaan, Prasetyo dinilai tidak membawa perubahan di Kejaksaan Agung.
Hal ini disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (2/8/2017) kemarin.
Penangkapan tersebut terkait penanganan dugaan kasus korupsi penggunaan dana desa. Menurut Miko, selama kepemimpinan Prasetyo telah terjadi sejumlah penangkapan yang dilakukan KPK maupun oleh Satuan Petugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli).
"Dengan angka lima orang jaksa, (selama Kejaksaan) di bawah Prasetyo, yang sudah ditangkap tangan oleh KPK dan kemudian tujuh oleh tim saber pungli, saya kira dorongan untuk Jaksa Agung mundur dari jabatannya sungguh beralasan," kata Miko dalam konferensi pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (4/8/2017).
"Saya menilai, bahwa Jaksa Agung sudah gagal membawa Kejaksaan Agung untuk mereformasi Institusi Kejaksaan," Tambah Miko.
(Baca: Ketua KPK: Kejaksaan Harus Berubah)
Sementara peneliti ICW, Lalola Easter mengatakan, pihaknya sudah meragukan kinerja Prasetyo sejak akan diangkat sebagai Jaksa Agung. Keraguan itu muncul karena Prasetyo berafiliasi dengan salah satu partai politik.
"Setelah terpilih, ternyata kerjanya tidak maksimal," kata Lalola.
Menurut Lalola, evaluasi menyeluruh perlu dilakukan.
"Sejak 2014 sejak Jaksa Agung Prasetyo hingga sekarang itu belum ada performa yang cukup membanggakan dari kejaksaan," kata Lalola.
Berdasarkan data yang dihimpun ICW, lima penangkapan terhadap Jaksa oleh KPK, yakni:
1. Jaksa Fahri Nurmalo (Kejati Jawa Tengah)
Fahri Nurmallo, ketua tim jaksa yang menangani kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat diduga menerima Suap Rp 528 juta dari Ojang (Bupati Subang) agar namanya tidak disebut dalam perkara yang menjerat Jajang di Kejati Jawa Barat. Gahti dan Ojang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 April 2016.
Pada 2 November 2016 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, akhirnya memvonis jaksa Fahri Nurmallo divonis 7 tahun denda Rp 300 juta, subsider kurungan empat bulan.
2. Jaksa Devianti Rohaini (Kejati Jawa Barat)
Devianti Deviyanti Rochaeni, seorang jaksa penuntut umum di Kejati Jawa Barat yang bersama Jaksa Fahri menerima uang suap dalam penanganan kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Uang tersebut diberikan secara langsung di ruang kerja Devi yang berlokasi di lantai 4 Kantor Kejati Jabar. Saat dilakukan penangkapan terhadap Devi 11 April 2016, petugas KPK menemukan uang yang diduga hasil pemberian Lenih sebesar Rp 528 juta.
Pada 2 November 2016 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, akhirnya memvonis jaksa Fahri Devi divonis 5 tahun denda Rp 300 juta, subsider kurungan empat bulan