JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan rencananya akan menggelar sidang putusan gugatan praperadilan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (2/8/2017).
Syafruddin mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK pada kasus indikasi korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Dalam persidangan Selasa (1/8/2017), Hakim Effendi Muckhtar menyatakan akan menggelar sidang putusan pada Rabu pukul 16.00 WIB.
Menjelang vonis hakim, salah satu kuasa hukum KPK dari Biro Hukum KPK, Ade, mengaku optimis dengan putusan hakim. Ade mengatakan, KPK optimistis dalil yang diajukan selama sidang praperadilan bisa mematahkan argumen pihak Syafruddin.
"Kami selalu optimis karena yang kami sajikan adalah dalil-dalil yang memang kami siapkan untuk bisa mematahkan yang pemohon sampaikan," kata Ade, usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2017).
KPK meyakini penetapan Syafruddin sebagai tersangka sudah sah. Meski optimistis, KPK menyerahkan putusan praperadilan ini kepada hakim.
"Terlepas itu semua kami serahkan pada hakim ini," ujar Ade.
(Baca juga: Sidang Praperadilan, KPK Pertegas Alasan Penanganan Kasus BLBI)
Sementara itu, kuasa hukum Syafruddin, Dodi Abdul Kadir menyatakan, penetapan tersangka oleh KPK atas kliennya harus batal. Hal tersebut menjadi salah satu poin dalam berkas kesimpulan pihaknya dalam praperadilan ini.
"Kalau kesimpulannya dari kami, penetapan tersangkanya harus dibatalkan," kata Dodi, saat dihubungi, Selasa (1/8/2017).
Dodi mengatakan, alasan penetapan tersangka itu mesti batal karena tidak sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Ya tidak memenuhi KUHAP mengenai penetapan tersangka," ujar Dodi.
Dalam penyelidikan kasus ini, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.