JAKARTA, KOMPAS.com - Media memiliki peran penting dalam menyuguhkan isu-isu kekerasan terhadap anak melalui pemberitaannya.
Menurut Produser News and Current Affair Kompas TV Budhi Kurniawan, dalam peliputan kasus kekerasan terhadap anak, seorang jurnalis harus memiliki empati.
"Tidak seperti meliput pertandingan sepak bola, harus ada empati di situ. Ada nilai yang dimiliki jurnalis, bagaimana menjamin hak-hak korban tidak dilanggar," kata dia dalam seminar "Pembelajaran Upaya Pencegahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak dan Kekerasan Seksual terhadap Anak di Masyarakat Adat dan Perkotaan" di Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Budhi mengatakan, jangan sampai korban kekerasan seksual misalnya, kembali menjadi "korban" karena kegagalan media dalam pemberitaan.
Penggunaan atribusi atau bahkan nama terang untuk menyebut korban kekerasan seksual termasuk menambah penderitaan korban.
Dia melihat masih banyak praktik yang dilakukan media justru memberikan stigma yang negatif terhadap korban. Misalnya, penggunaan istilah "menggagahi" untuk menyebut tindak perkosaan yang dilakukan oleh pelaku.
"Penggunaan istilah ini seolah-olah memperkosa itu gagah. Membangun perspektif pembaca demikian, ini adalah persoalan di media," kata Budhi.
Contoh lain yang fatal, penggunaan istilah "untungnya". Misalnya, dalam kasus pencabulan seorang remaja belasan tahun oleh seorang kakek yang berusia lanjut. Lantas si pelaku menikahi korbannya, dan dituliskan oleh media dengan diawali kata "untungnya".
"Ada stigma atau label lagi kepada si korban. Jadi penting bagi wartawan membaca literatur tentang anak. Kerja sama Kementerian PPPA, Plan International Indonesia dengan media juga penting dalam membangun kesadaran kolektif di masyarakat bagaimana memandang isu-isu anak," kata Budhi.
(Baca juga: Masyarakat Diminta Terlibat Cegah Eksploitasi Seksual Komersial Anak)
Pada contoh lain, lanjut Budhi, media sering juga menggunakan argumentasi bahwa terjadinya kekerasan terhadap anak adalah konsekuensi karena si anak tersebut memang nakal dan layak mendapat perlakuan demikian.
Hal demikian ini juga sering terjadi pada pemberitaan tentang isu-isu perempuan, seperti penggunaan istilah "perempuan nakal".
"Itu menjadi kritikan bagi kita juga. Anak-anak yang menjadi korban ESKA (eksploitasi seksual komesial anak) ini juga terkena stigma," kata dia.
"Alih-alih membangun berita yang melindungi hak anak, kita malah membangun stigma baru, bahwa karena dia nakal maka layak diperlakukan sedemikian rupa. Membangun stigma ini juga menjadi PR media, agar korban tidak kembali menjadi 'korban media'," ucap Budhi.
Seminar ini digelar oleh Aliansi Down to Zero dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2017.
Program Down to Zero bertujuan untuk menghilangkan kekerasan terhadap anak. Program ini berjalan selama lima tahun dari 2016 hingga 2020.