JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menemukan sejumlah maladministrasi terkait pelaksanaan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Di antaranya, pelangaran terkait aturan dan petunjuk teknis yang diterbitkan melalui Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, dan Petunjuk Teknis yang tidak mengacu pada Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017.
Hal ini menghambat masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik yang baik dalam PPDB.
"Pemantauan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2017/2018, terutama di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sekolah sejenis yang sederajat secara nasional," kata Komisioner Ombudsman Ahmad Suadi, di Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (31/7/2017).
(Baca: Data PPDB Tidak Valid, Puluhan Anak di Tangsel Tak Diterima Sekolah Dekat Rumah)
Adapun 14 pelanggaran, di antaranya:
1. Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 diterbitkan pada Mei 2017.
Rentang waktu yang terlalu dekat dengan Pelaksanaan PP menyebabkan sejumlah daerah mengalami kesulitan menyesuaikan aturan pada Permendikbud tersebut.
Sedangkan sebagian daerah sudah menerbitkan pergub/bup/wal atau juknis terlebih dahulu yang mengakibatkan banyak satuan pendidikan (sekolah) mengalami kesulitan penyesuaian sehingga terjadi maladministrasi;
2. Terbitnya Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 yang terlalu dekat dengan waktu pelaksanaan PPDB menyebabkan minimnya sosialisasi terkait perubahan Juknis PPDB kepada masyarakat. Sehingga, tidak memberikan kepastian kepada masyarakat;
3. Di beberapa daerah ditemukan sistem online PPDB tidak beroperasi dengan baik atau server down. Sehingga, sekolah merasa terganggu dalam memberikan jawaban kepada masyarakat terkait permasalahan tersebut.
"Hal ini juga menyebabkan potensi penyimpangan sangat tinggi karena menyimpang dari prinsip online itu sendiri yang bersifat terbuka, langsung, dan cepat," kata Suadi.
4. Ombudsman masiH menemukan maladministrasi berupa jual beli kursi antara sekolah dan orang tua murid;
5. Masih terjadi campur tangan para pejabat daerah dan orang-orang tertentu untuk mempengaruhi dan/atau memaksa sekolah untuk menerima anak didik dari orang-orang tertentu dengan melakukan maladministasi;
6. Sistem Zonasi dinilai tidak memiliki indikator yang jelas tentang batasan wilayah calon peserta didik baru. Seharusnya tolak ukur zonasi dengan mempertimbangkan kondisi demografi dan geografi wilayah tersebut.