KUPANG, KOMPAS.com – Kehadiran sistem peradilan pidana anak (SPPA) menjadi hal krusial bagi keadilan hukum anak. Masa depan anak Indonesia diharapkan tak lagi menjadi taruhan di kemudian hari.
Sebagai informasi, SPPA merupakan undang-undang yang menekankan pada pemenuhan hak-hak anak saat berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, maupun pelaku.
Implementasi SPPA di Indonesia sendiri telah mendapat apresiasi internasional. Hal itu mengemuka saat forum pertemuan bersama antara Indonesia, Malaysia, Norwegia, dan Peru pada Kamis (9/3/2017), di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Swiss.
Seperti diwartakan Kompas.com, Sabtu (11/3/2017), kala itu Marta Santo Pais selaku Utusan Khusus Sekjen PBB memaparkan praktik terbaik dan rekomendasi kebijakan terkait implementasi SPPA.
Mewakili PBB, Marta memberi apresiasi terhadap implementasi SPPA di Indonesia dan menekankan bahwa praktik baik itu dapat menjadi contoh bagi negara lainnya.
Indonesia dianggap adaptif dalam upaya memperluas akses keadilan bagi anak sesuai amanat UN Model Strategies and Practical Measures on the Elimination of Violence against Children in the field of Crime Prevention and Criminal Justice, 2014.
Data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun mengonfirmasi adanya tren penurunan jumlah remaja yang dihukum penjara beberapa tahun terakhir. Dari 6.000 orang pada 2012 menjadi 2.644 orang pada 2016 lalu.
Sebagai upaya menjaga tren positif tersebut, tentunya dibutuhkan implementasi yang konsisten dari waktu ke waktu.
Latar belakang tersebut pula yang melandasi European Union-United Nations Development Programme (EU-UNDP) Sustain untuk mengadakan pelatihan terpadu sertifikasi SPPA di Kupang, NTT, pada 17-28 Juli.
Pelatihan terpadu tersebut merupakan hasil kerja sama EU-UNDP Sustain dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Hukum dan HAM. Adapun pelatihan terpadu itu diikuti oleh sejumlah unsur lembaga penegak hukum seperti hakim khusus anak, jaksa, polisi, pekerja sosial, dan perwakilan masyarakat sipil.
Di sela-sela pelatihan terpadu, para peserta turut mengunjungi perwakilan dari Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Balai Pemasyarakatan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
“Kami melihat respon dan komitmen yang baik dari pengadilan anak di Kupang untuk menerapkan SPPA dalam bentuk peningkatan kapasitas para hakim anak,” kata Ariyo Bimmo, Koordinator Sektor EU-UNDP Sustain, Jumat (28/7/2017).
Ariyo mengatakan, kunjungan tersebut bertujuan pula untuk mempererat koordinasi antar lembaga penegak hukum.
Selain itu, lanjut dia, peserta juga membahas sejumlah isu penting dalam penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur. Topik bahasannya antara lain terkait bagaimana penanganan serta perlakuan anak yang tengah berhadapan dengan hukum.
“Salah satu tantangan penerapan SPPA adalah menjaga koordinasi antar lembaga penegak hukum dan penyamaan persepsi tentang isi SPPA. Hal itu selayaknya dapat diatasi dengan pelatihan terpadu seperti ini,” imbuh Ariyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.