JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kader Partai Demokrat Tri Dianto menilai tidak ada yang istimewa dari pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Menurut dia, pertemuan itu terjadi hanya karena faktor "kepepet" akan kebutuhan kedua tokoh tersebut.
"Sekarang memang Pak Prabowo butuh Pak SBY. Juga sama, Pak SBY sangat perlu Pak Prabowo untuk menaikkan anaknya Agus Harimurti Yudhoyono," kata Tri Dianto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/7/2017).
Namun, lanjut Tri, baik Gerindra atau pun Demokrat tidak memiliki cukup kursi untuk bisa mengusung capres sendiri.
Sebab, Undang-Undang Pemilu yang baru disahkan mengatur bahwa parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Upaya kedua partai yang dibantu PKS dan PAN dalam mengusulkan presidential threshold 0 persen, kandas karena kalah suara di DPR.
"Kebetulan sama kepentingannya saja," kata dia.
Tri pun mengingatkan bahwa selama ini, SBY dan Prabowo tidak pernah akur dalam perpolitikan. Keduanya pernah bertarung dalam Pemilu Presiden 2009. Lalu, ketidakcocokan antara SBY dan Prabowo berlanjut pada Pilpres 2014.
"Bahkan Pilpres 2014 saja, ketika Pak Prabowo berpasangan dengan Pak Hatta Rajasa yang besan, Pak SBY tidak mendukung kok," kata Tri yang merupakan loyalis mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
(Baca juga: SBY-Prabowo Bertemu, Pengamat Nilai Koalisi Kemungkinan Tak Terjadi)
SBY saat itu memilih membawa partainya bersikap netral atau menjadi penyeimbang, tidak mendukung Prabowo atau pun Jokowi.
Tri Dianto yang kini menjadi Wakil Sekjen Partai Hanura meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak terlalu menghiraukan pertemuan antara SBY dan Prabowo. Ia pesimistis kedua tokoh ini akan berkoalisi untuk menantang Jokowi pada Pilpres 2019.
"Pak Jokowi tidak perlu gentar. Kerja terus saja Pak Jokowi," kata Tri.
SBY sebelumnya mengakui bahwa pertemuan dengan Prabowo Subianto pada Kamis (27/7/2017) dilakukan untuk menyikapi pengesahan Undang-Undang Pemilu pada rapat paripurna DPR pada 20 Juli 2017 lalu.
(Baca: SBY Akui Pertemuan dengan Prabowo Dipicu Pengesahan UU Pemilu)
SBY sedang berada di luar negeri saat pembahasan UU Pemilu itu berlangsung di DPR. Namun, setelah DPR mengesahkan undang-undang tersebut, SBY mengaku mendapat banyak ajakan untuk bertemu dan menyikapi UU Pemilu.
"Saya tentu menyambut baik. Karena komunikasi tokoh-tokoh politik dengan niat baik, maka baik adanya," ucap SBY.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.