JAKARTA, KOMPAS.com - Persidangan kasus korupsi pengadaan kitab suci Al Quran untuk terdakwa Fahd El Fouz kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/7/2017). Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga orang saksi.
Ketiganya yakni, Vasko Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Moelyoputro. Dalam surat dakwaan, ketiganya diajak oleh Fahd untuk menjadi perantara suap, dengan imbalan akan memeroleh fee yang didasarkan pada setiap proyek pengadaan.
Dalam persidangan, jaksa mengonfirmasi ketiga saksi tersebut mengenai PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI). Rekening perusahaan itu diduga menjadi tempat penampung uang suap dari para rekanan kepada sejumlah pejabat negara.
"Awalnya, perusahaan ini bukan untuk mengerjakan proyek pemerintah. Awalnya untuk menggelar acara musik dangdut," ujar Vasko kepada majelis hakim.
(Baca: Ada Nama Nasaruddin Umar dalam Dakwaan Korupsi Pengadaan Al Quran)
Menurut Vasko, PT KSAI sebenarnya dibentuk untuk menggelar berbagai kegiatan di bidang seni. Misalnya, menggarap proyek perfileman atau musik dangdut.
Menurut Vasko, saat itu Fahd selaku Ketua Gema MKGR dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra selaku Sekjen Gema MKGR, menyarankan agar PT KSAI digunakan rekeningnya untuk menampung uang yang diterima dari para rekanan proyek pengadaan Al Quran.
"Tapi karena perintah Ketum dan Sekjen, ya sudah ini dipakai dulu rekeningnya," kata Vasko.
(Baca: Priyo Budi Santoso Disebut Terima "Fee" dalam Dakwaan Korupsi Al Quran)
Saat memberikan tanggapan dalam persidangan, Fahd mengatakan bahwa perusahaan itu sebenarnya dibentuk secara bersama-sama para saksi. Mengenai status kepemilikan PT KSAI, menurut Fahd, tidak hanya dimiliki oleh satu orang, tapi dimiliki secara bersama-sama.
Ketiga saksi dalam persidangan ini mengakui bahwa rekening PT KSAI beberapa kali menerima aliran dana yang jumlahnya miliaran rupiah. Salah satunya, uang itu berasal dari Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia, Abdul Kadir Alaydrus.