JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan Presiden Joko Widodo agar pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) bersih dari praktik korupsi terwujud dalam mekanisme pembelian alutsista itu sendiri.
Sekretaris Kabinet Pramono mengatakan, Presiden menegaskan, pola kerja sama pengadaan alutsista tidak lagi business to business (B to B) atau antarperusahaan seperti dahulu, melainkan harus menggunakan pola government to government (G to G) atau antarpemerintah.
"Penekanannya, dilaksanakan secara G to G. Tidak boleh lagi menggunakan broker, middle man. Harus langsung ke G to G," ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Rabu (26/7/2017).
Selain menggunakan mekanisme G to G, Presiden Jokowi juga menginstruksikan agar pengadaan alutsista juga menggunakan pola imbal dagang.
Contohnya, Indonesia mendapat pesawat dari negara tertentu. Kemudian, Indonesia membayarnya dengan komoditas. Pola ini didasarkan pada negosiasi kedua negara.
"Imbal dagangnya itu bisa macam-macam. Bisa karet, rempah-rempah, CPO dan sebagainya," ujar Pramono.
Dalam rapat terbatas yang membahas alutsista hari ini, Presiden dan jajaran menteri terkait telah menyepakati beberapa hal. Salah satunya tentang pembelian alutsista yang disesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia.
(Baca: Jokowi Minta Pengadaan Alutsista Disesuaikan dengan Geografi Indonesia)
Rencananya, melalui Kementerian Pertahanan, Indonesia akan membeli pesawat Sukhoi dari Suria, drone dari China dan peralatan cyber defence.
"Tentunya dalam waktu dekat akan diputuskan. Tadi di dalam ratas sebenarnya sudah diputuskan, tapi nanti setelah fix saja akan kami umumkan apa yang dibeli dan dari negara mananya," ujar Pramono.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.